Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengelolaan sampah masih menjadi masalah serius di Pulau Dewata.
Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan volume timbulan sampah di Pulau Dewata sepanjang 2022 mencapai 1,02 juta ton.
Jumlah itu meningkat dibandingkan setahun sebelumnya yang hanya 915,5 ribu ton timbulan sampah.
Baca juga: Relawan Alap-alap Jokowi Bersih-bersih Sampah usai Deklarasi Kampanye Damai di KPU Jateng
Fakta inilah yang mendorong organisasi lingkungan Bali Waste Cycle, Rebricks dan WasteHub menginisiasi sebuah proyek kolaborasi bernama Sukla Project yang difasilitasi GoTo Impact Foundation melalui program Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) tersebut berfokus di area Besakih, pura terbesar di Bali yang sudah menjadi tujuan wisata kelas dunia sejak awal tahun lalu.
Direktur Bali Waste Cycle (BWC), Olivia Anastasia Padang membagikan pengalamannya mengatasi masalah sampah di desa dan kawasan Pura Besakih, yang dulunya dibuang ke lahan terbuka dan berusaha memanfaatkan teknologi dan menyelaraskan dengan tradisi lokal, serta menerapkan model ekonomi yang tepat.
"Sembilan bulan implementasi, Sukla telah berhasil mengolah sampah sebesar 14 ton dan jumlah itu akan meningkat setiap bulan seiring berjalannya edukasi door to door, pembentukan bank sampah, penjualan produk hijau dan produk hasil olahan seperti RDF (Refuse-Derived Fuel) serta material daur ulang," kata Olivia Padang saat ditemui di sela-sela GIF Innovation Day 2024 sebagai puncak dari program Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) di Jakarta belum lama ini.
GIF Innovation Day 2024 mengajak para pemangku kepentingan untuk meninjau ulang inovasi yang benar-benar dibutuhkan di tanah air, yaitu selain inovasi tepat sasaran, tapi juga bisa mendukung pembangunan yang inklusif di Indonesia.
Selama implementasi, kata Olivia bisa memberikan dampak ekonomis yakni memberikan keuntungan ekonomis yang akan digunakan kembali untuk peningkatan kapasitas pengolahan tersebut sehingga menjadi berkelanjutan.
"Untuk menyelesaikan masalah sampah bukan hanya sekadar menciptakan inovasi, namun butuh proses pergeseran pola pikir yang panjang dan tidak mudah," katanya.
Tantangan utama berasal dari bagaimana cara membuat semua lapisan masyarakat dan pemangku kepentingan untuk mau terlibat di dalam proses kreasi dan implementasi solusi di lapangan.
"Kami berharap inovasi lokal ini bisa terus berkembang bersama pihak-pihak lain yang mau berkolaborasi dengan kami untuk menyelesaikan permasalahan di Besakih,” katanya.
Ketua GoTo Impact Foundation, Monica Oudang mengatakan, selama tiga tahun berperan aktif dalam mengatasi ketimpangan di sektor edukasi, kesenjangan digital, ketahanan bencana, serta iklim, dan lingkungan di Indonesia.
Baca juga: Lestarikan Lingkungan, Masyarakat Didorong Aktif Melakukan Pengelolaan Sampah
"Kami menyadari percepatan inovasi lokal menjadi salah satu solusi kunci yang dapat menjawab tantangan ini," katanya.
Ia mencontohkan Sukla merupakan salah satu contoh inovasi lokal yang dapat berjalan jika didukung.
"Kami berharap melalui GIF Innovation Day, dapat memantik lebih banyak inovasi lokal yang dapat hadir, bertumbuh, dan berkembang di Indonesia, yang kemudian dapat diteruskan ke seluruh penjuru Nusantara,” kata Monica.
Mitra GIF di CCLab dan merupakan juri grand final CCE 3.0, Romy Cahyadi, CEO Instellar dan Ketua Indonesia Impact Alliance mengapresiasi inovasi yang dihasilkan oleh para changemakers lokal karena relevansinya dengan permasalahan di lapangan.
“Ketika mendampingi para changemakers, kami menemukan bahwa integrasi antara modernisasi dengan tradisi lokal masih menjadi sebuah tantangan dan dukungan dari GIF untuk mengembangkan individu yang memiliki budaya inovasi menjadi penting, sehingga inovasi bisa lahir lebih cepat,” katanya.