News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

KPK Periksa Bekas Terpidana Kasus Korupsi e-KTP Irman Zahir

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sugiharto dan Irman (kiri-kanan) diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (12/6/2017). KPK periksa mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman Zahir Senin (7/10/2024) dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri), Irman Zahir, Senin (7/10/2024).

Irman dipanggil sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP Elektronik/e-KTP).

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya.

Irman diketahui merupakan bekas terpidana kasus korupsi e-KTP. 

Irman adalah pihak yang pertama dijerat KPK dalam kasus korupsi e-KTP ini. 

Dia dijerat bersama dengan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil, Sugiharto. 

Keduanya dinilai terlibat korupsi yang membuat negara rugi hingga Rp 2,3 triliun.

Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis selama tujuh tahun penjara bagi Irman dan lima tahun penjara bagi Sugiharto. Vonis tersebut telah sesuai tuntutan jaksa KPK.

Putusan itu juga mewajibkan Irman membayar uang pengganti senilai 500 ribu dolar Amerika Serikat (AS) dikurangi 300 ribu dolar AS dan Rp 50 juta yang sudah dikembalikan. Jika tidak, diganti dua tahun bui. 

Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (7/8/2017). Sugiharto diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan merintangi proses penyidikan, persidangan dan memberikan keterangan palsu pada persidangan kasus KTP-el dengan tersangka Anggota DPR Markus Nari. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Sementara Sugiharto harus membayar 50 ribu dolar AS dikurangi pengembalian 30 ribu dolar AS dan satu unit Honda Jazz senilai Rp 150 juta. Jika tidak, dipenjara satu tahun.

Namun jaksa KPK menyatakan banding, lantaran terdapat nama-nama penting yang belum ada dalam putusan tersebut. 

Selain itu, vonis uang pengganti juga belum sesuai permintaan jaksa.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permintaan jaksa KPK dengan memperberat uang pengganti. 

Irman wajib membayar 500 ribu dolar AS dan Rp 1 miliar, dikurangi 300 ribu dolar AS subsider dua tahun bui. 

Adapun Sugiharto harus membayar 450 ribu dolar AS dan Rp 460 juta, dikurangi 430 ribu dolar AS dan sebuah mobil senilai Rp 150 juta yang telah dikembalikan ke KPK, subsider satu tahun penjara.

Masih tak puas, KPK kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). 

KPK menyatakan upaya kasasi untuk memperjuangkan status justice collaborator (JC) Irman dan Sugiharto yang ditolak hakim di tingkat pertama dan banding.

Di tangan Hakim Agung Artidjo Alkostar, hukuman keduanya justru jauh lebih tinggi dan melebihi tuntutan jaksa KPK. 

Irman dan Sugiharto divonis masing-masing 15 tahun penjara. Keduanya juga dihukum denda masing-masing Rp 500 juta subsider delapan bulan kurungan.

Ancaman pidana apabila uang pengganti tak dibayar juga naik menjadi lima tahun penjara untuk Irman dan dua tahun untuk Sugiharto. 

Alhasil keduanya mengajukan PK dengan berharap putusan hukuman yang lebih ringan.

Belakangan, PK keduanya dikabulkan. Alhasil hukuman mereka pun dipotong. 

Hukuman Irman dipotong dari 15 tahun di tingkat kasasi menjadi 12 tahun penjara. Sementara Sugiharto dipotong dari 15 tahun di tingkat kasasi menjadi 10 tahun bui.

Irman Zahir pun telah ke luar dari Lapas Sukamiskin pada Jumat, 16 September 2022. Dia mendapatkan bebas bersyarat.

Baca juga: Miryam S Haryani Tak Ditahan KPK Setelah Jalani Pemeriksaan Kasus Korupsi e-KTP Hari Ini

Dalam perkembangan terbaru kasus ini, KPK telah mencegah Anggota DPR RI periode 2009–2014 Miryam S. Haryani bepergian ke luar negeri selama enam bulan, terhitung sejak 30 Juli 2024.

Miryam S. Haryani sebelumnya telah divonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan pada 2017 karena terbukti memberikan keterangan palsu di persidangan terkait kasus proyek e-KTP. Ia telah menjalani hukuman itu.

Kemudian KPK kembali menetapkan Miryam sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi paket pengadaan e-KTP tahun 2011–2013, dikenal dengan kode "uang jajan".

Miryam diduga meminta 100 ribu dolar Amerika Serikat (AS) kepada pejabat Kemendagri saat itu yakni Irman untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah. Duit tersebut kemudian diserahkan ke perwakilan Miryam.

Miryam disinyalir menerima beberapa kali uang dari Irman dan Sugiharto (pejabat di Kemendagri) sepanjang 2011–2012 sejumlah sekitar 1,2 juta dolar AS.

Selain Miryam, KPK juga memproses hukum Isnu Edhi Wijaya (Direktur Utama Perum Percetakan Negara/Ketua Konsorsium PNRI), Husni Fahmi (Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, PNS BPPT), dan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura Paulus Tannos.

Paulus Tannos hingga saat ini masih melarikan diri dengan menyandang status buron.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini