News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Partai Buruh Minta Upah Minimum Naik 8-10 Persen Tahun Depan, Ini Pertimbangannya

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI Said Iqbal

 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh berharap kenaikan upah minimum 2025 di seluruh wilayah Indonesia mencapai 8-10 persen.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menjelaskan ihwal inflasi adalah salah satu alasan kenapa persentase upah minimum harus naik pada angka tersebut.

"Alasan yang pertama adalah inflasi tahun 2025 2,5 persen, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,2 persen. Maka inflasi plus pertumbuhan ekonomi 2,5 persen ditambah 5,2 persen sama dengan 7,7 persen," kata Said Iqbal dalam jumpa pers daring, Kamis (10/10/2024).

Pada tahun 2024, inflasi berada pada angka 2,8 persen sedangkan naik upah di kawasan industri, khususnya Jabodetabek hanya 1,58 persen.

Maka kaum buruh kala itu, tegas Said Iqbal, harus menombok sekitar 1,3 persen.

"Maka 7,7 persen yang untuk kenaikan upah minimum 2025 yang dituntut oleh kalangan buruh, serikat buruh, partai buruh, 7,7 persen dari 2,5 persen inflasi ditambah 5,2 persen pertumbuhan ekonomi ditambah nombok tadi, 1,3 persen, maka ketemu angka 8 persen," jelasnya.

Lebih lanjut, disparitas upah juga jadi pertimbangan dalam pihaknya menentukan kenaikan upah minimum 2025.

Maka dari itu harapan Partai Buruh terkait persentase upah minimum berada di kisaran 8 hingga 10 persen.

Said Iqbal mengatakan disparitas upah antar-daerah masih jadi persoalan.

Sehingga ia berharap persentase itu dapat mencegah kesenjangan upah yang makin melebar nantinya.

"Katakanlah antara upah di Karawang dengan Purwakarta ada disparitas, antara Purwakarta dengan Subang ada disparitas. Maka kami mengambil disparitas atau alfa itu adalah 2 persen," jelasnya.

Kemudian, Said Iqbal menegaskan pihaknya menolak penggunaan Peraturan Pemerintah (PP) 51/2023 tentang Pengupahan dalam penghitungan upah minimum.

Mereka menilai rumus yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dalam menghitung upah minimum tidak masuk akal.

"Itu enggak masuk akal, mana ada upah batas bawah, batas atas, enggak ada. Di undang-undang yang kami tolak pun, di Omnibus Law, enggak ada itu yang disebut batas bawah batas atas. Rumus-rumus yang dibuat oleh BPS dan Kemenaker itu rumus yang membohongi publik, menyengsarakan rakyat," pungkasnya.

Sedangkan, dua alasan lainnya adalah berkaitan dengan daya beli buruh yang turun 30 persen dalam tiga tahun terakhir dan deflasi yang terjadi dalam kurun waktu tiga bulan terakhir.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini