TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno angkat bicara soal 108 nama calon menteri yang dipanggil Prabowo Subianto ke rumah pribadinya di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran, Jakarta, Senin (14/10/2024) dan Selasa (15/10/2024).
Adi menjelaskan bahwa koalisi gemuk Prabowo ini demi mengakomodasi banyak kepentingan politik.
"Pastinya ini dibanding-bandingkan dengan kabinet Jokowi dan SBY," kata Adi kepada Tribun, Rabu (16/10/2024).
Namun menurutnya Prabowo sudah mempublikasikan nama-nama yang akan membantunya di kabinet.
Dirinya berharap, koalisi gemuk Prabowo-Gibran menjadi kekuatan besar yang mampu menyelesaikan menuntaskan berbagai persoalan di Tanah Air.
"Persoalan kemiskinan, keterbelakangan, stunting, kemudian pendidikan gratis, akses terhadap kesehatan murah, pengangguran bisa selesai dan tunas. Hanya dengan cara itu koalisi gemuk ini bisa membungkam suara-suara miring itu. Artinya apa pembuktiannya adalah kinerja," kata Adi.
Lebih lanjut Adi mengaku yakin sosok yang akan membantu prabowo adalah yang terbaik.
"Yang jadi menteri ini adalah kader-kader terbaik ya, entah itu di parpol, di ormas ataupun di profesional. Saya kira disitu kuncinya, bisa dicek elite-elite partai yang dipanggil adalah orang-orang penting, orang hebat yang saya kiira sudah terbujkti bagaimana mereka membesarkan partainya. dan teruji juga sebagai pejabat publik," ujarnya.
Adi hanya memberikan satu catatan, bahwa meskipun kabinet Prabowo gemuk, tapi harus mampu menjawab persoalan.
Disebut pemborosan anggaran negara
Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti menilai gemuknya kabinet pemerintah Prabowo bakal timbulkan banyak permasalahan.
Diketahui Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memanggil 49 tokoh untuk menjadi calon menteri dan 58 calon wakil menteri dan kepala badan di pemerintahannya mendatang.
"Menurut saya nggak bagus (Kabinet gemuk) karena keberhasilan suatu pemerintahan tidak tergantung pada kuantitas menteri," kata Bivitri kepada Tribun di Jakarta, Selasa (5/10).
Ia menerangkan bakal terjadi banyak permasalahan, dengan banyaknya jumlah kabinet menteri di pemerintahan.
"Jadi kalau misalnya kemudian kementerian malah dipecah-pecah. Jadi lebih banyak masalah, itu yang akan timbul," terangnya.