TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Hukum PDI Perjuangan (PDIP), Gayus Lumbuun, buka suara mengenai gugatan mereka terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden tidak diterima Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Di mana PDIP mempersoalkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menerima pencalonan Gibran sebagai pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Baca juga: Gugatan Ditolak PTUN, PDIP: Prabowo Yes, Gibran No!
"Prabowo yes, Gibran no," kata Gayus di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Jumat (25/10/2024).
Gayus menyoroti kejanggalan putusan PTUN Jakarta. Sebab, Ketua Majelis PTUN Jakarta, Joko Setiono, menunda pembacaan putusan dengan alasan sakit.
Seharusnya, sidang pembacaan putusan digelar Kamis (10/10/2024) atau sebelum Gibran dilantik sebagai wakil presiden.
Namun, karena Joko Setiono mengaku sakit pembacaan putusan dijadwalkan ulang pada Kamis (24/10/2024).
"Artinya putusan ini melewati apa yang kami mohonkan dalam posita dan dalam petitum yang kami ajukan. Petitum itu bagian dari apa yang kami mohonkan agar KPU tidak melakukan administrasi apapun terhadap pelantikan yang kami dalilkan bahwa wakil presiden ini cacat hukum," jelas Gayus.
Menurut Gayus, penundaan sidang sampai Gibran dilantik sebagai wakil presiden adalah sebuah kejanggalan.
Dia menegaskan, Joko Setiono seharusnya bisa menggelar sidang tanpa harus menunda selama 2 pekan.
Baca juga: PDIP Cium Kejanggalan pada Putusan PTUN soal Pencalonan Gibran
Sebab, sidang bukan bersifat kehadiran di ruang persidangan, tetapi digelar secara elektronik atau e-Court.
"Ini bukan sidang kehadiran. Walaupun sakit bisa mutus, kalau tidak berat untuk tindakan dokter yang sifatnya mungkin operasi dan sebagainya. Ini e-Court. Putusan tanggal 10 bisa disampaikan, karena ini tidak harus sidang di pengadilan," ujarnya.
Meski demikian, Gayus menuturkan bahwa pihaknya tetap menghormati putusan PTUN Jakarta.
"Kami menghormati putusan pengadilan. Tetapi, saya ingin menyampaikan bahwa ada hal-hal yang sangat janggal di sini," ucapnya.
Sementara, juru bicara PTUN Jakarta, Irvan Mawardi menjelaskan, putusan pengadilan didasarkan pada fakta hukum bahwa sengketa yang diajukan PDIP termasuk dalam kategori sengketa proses Pemilu.
"Berdasarkan fakta hukum, pengadilan menilai karakteristik permasalahan ini berada dalam sengketa proses Pemilu, yang penyelesaiannya diatur dalam Pasal 470 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juncto Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2017," ujar Irvan di PTUN Jakarta, Cakung, Jakarta Timur.
Irvan menuturkan, sengketa ini tidak dapat dimaknai sebagai tindakan melawan hukum atau sengketa hasil Pemilu.
"Ini bukan sengketa hasil pemilu sebagaimana ketentuan UU Nomor 9 Tahun 2004. Sehingga, gugatan ini tak diterima oleh majelis hakim," ucapnya.
Irvan juga menyebut penolakan gugatan PDIP disebabkan karena secara formil tidak terpenuhi tiga syarat utama, yaitu kewenangan pengadilan, tenggat waktu, dan kepentingan yang dirugikan.
"Majelis hakim berpendapat objek sengketa yang diajukan PDIP bukan kewenangan PTUN karena pengujiannya berada di ranah sengketa Pemilu," jelasnya.
Putusan ini berada di tingkat pertama dan Irvan menegaskan bahwa PDIP masih bisa menempuh jalur hukum lain jika tidak puas dengan hasil putusan.
Putusan PTUN
Diketahui, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan yang diajukan oleh PDIP terkait penetapan hasil Pemilu 2024.
Keputusan ini disampaikan secara elektronik (e-court) oleh majelis hakim PTUN Jakarta dalam putusan perkara nomor 133/G/TF/2024/PTUN.JKT, Kamis (24/10/2024).
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan bahwa gugatan PDIP "tidak diterima" dan meminta partai tersebut untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 342.000.
"Majelis hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima," demikian bunyi putusan yang dibacakan pada persidangan tersebut.
Gugatan ini diajukan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebagai pihak tergugat.
Selain itu, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dinyatakan sebagai pihak tergugat intervensi dalam perkara ini.
Sebelumnya, pada 30 Mei 2024, PTUN Jakarta telah mengabulkan permohonan intervensi yang diajukan oleh Prabowo dan Gibran.
Mereka kini telah dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024.
PDIP, melalui Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, awalnya menggugat KPU dengan tujuan menunda pelaksanaan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 terkait penetapan hasil pemilu.
Mereka juga meminta agar pasangan Prabowo-Gibran dicabut dari daftar calon presiden dan wakil presiden terpilih. Namun, hakim menolak tuntutan tersebut. (Tribun Network/fer/mar/wly)