News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Akademisi Antikorupsi Suarakan Kekeliruan Penerapan Pasal Eks Bupati Tanah Bumbu

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Acos Abdul Qodir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Romli Atmasasmita

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad), Romli Atmasasmita, soroti kekeliruan hukum perkara dugaan korupsi mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming.

Romli menilai proses penuntutan kasus ini dipaksakan dengan penerapan pasal yang kurang tepat. 

Ia menjelaskan bahwa penerapan Pasal 12 b UU Nomor 20 tahun 2001 oleh Hakim Kasasi dalam perkara Mardani Maming mestinya tidak hanya menggunakan pendekatan normatif, tetapi juga harus mempertimbangkan pendekatan wessensschau.

Pasal tersebut, menurutnya, bertujuan untuk memberikan efek pencegahan agar penyelenggara negara menjalankan tugas sesuai UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sebelum menerapkan UU Tipikor Tahun 1999/2001. 

“Jadi, pola pemikiran sistematis, historis, dan teleologis dalam putusan Kasasi perkara Nomor 3741/2023 atas nama Mardani Maming tidak dijalankan. Putusan tersebut sudah memenuhi alasan adanya novum serta kekhilafan atau kekeliruan nyata dari hakim,” ujarnya dalam keterangan, Jumat (1/11/2024).

Baca juga: Profil Ari Yusuf Amir, Pengacara Tom Lembong dalam Kasus Impor Gula, Eks Kuasa Hukum Anies-Cak Imin

Guru besar Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Yos Johan Utama menyebut, putusan dalam perkara itu syarat kekeliruan.

Berdasarkan kajiannya, mantan Rektor Undip ini mengkritisi penghukuman yang dijatuhkan hakim terkait pasal yang dijeratkan kepada terdakwa.

Menurutnya, majelis hakim pidana diduga khilaf dan keliru karena ketentuan yang dijadikan dasar dituduhkan kepada terpidana yakni pasal 97 ayat 1 undang-undang 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara adalah salah Alamat, karena larangan itu ditujukan hanya untuk pemegang IUP dan IUPK.

“Fakta yuridis menunjukkan bukti bahwa Mardani H. Maming selaku Bupati dan sekaligus pejabat tata usaha negara mempunyai kewenangan atributif menerbitkan IUP dan IUPK sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat 1 undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara,” ujarnya.

Baca juga: Kejagung Bakal Telusuri Perkara yang Ditangani Zarof Ricar Selama Jadi Makelar Kasus di MA

Prof Yos Johan berpendapat agar putusan hakim tersebut dapat dikaji ulang, sebab terdakea diketahui sebagai pihak yang mengeluarkan izin seharusnya tidak bisa dijerat dengan pidana sebagaimana yang diatur dalam UU tersebut.

Perjalanan Kasus Mardani H Maming

Perkara ini bermula saat KPK menetapkan tersangka terhadap mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming dalam kasus dugaan kasus suap dan gratifikasi senilai Rp 104,3 miliar atas pemberian IUP di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, pada Februari 2024 .

Sempat mangkir dari dua panggilan pemeriksaan KPK dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), Mardani H Maming akhirnya menyerahkan diri ke KPK pada pada Kamis (28/7/2022). 

Pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Mardani divonis bersalah dan dihukum pidana penjara selama 10 tahun, serta denda Rp 500 juta.

Tidak hanya itu, terdakwa Mardani H Maming juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp110.601.731.752 (Rp 110,6 miliar).

Dia dinyatakan bersalah melanggar pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor.

Mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022) malam. KPK resmi menahan Mardani Maming terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, periode 2010-2015 dan 1016-2018. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Dalam persidangan dakwaan, jaksa KPK mendakwa Mardani menerima uang suap senilai Rp118,75 miliar berkaitan dengan persetujuan IUP kepada PT Prolindo Cipta Nusantara di Kabupaten Tanah Bumbu. Persetujuan itu dituangkan dalam bentuk SK Bupati 296/2011. 

Tak terima atas putusan tersebut, Mardani Maming mengajukkan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin. Pun demikian dengan jaksa KPK.

Baca juga: Sosok serta Peran Afif dan Fanny Divonis Hukuman Mati oleh PN Jambi, Maut Sabu 52 Kg

Penasihat hukumnya mengajukkan kasasi ke MA. Namun, MA dalam putusannya menolak kasasinya.

Masih tidak puas atas putusan perkaranya, penasihat hukumnya pun rupanya mengajukkan Peninjauan Kembali (PK) putusan kasasi itu ke MA pada 6 Juni 2024.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini