Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI fraksi PDIP, Edi Purwanto, mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta pemerintah dan DPR menyusun Undang-undang Ketenagakerjaan baru, bersifat final dan mengikat.
Hal ini merespons putusan MK yang memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dipisahkan dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Baca juga: Soal Wacana Omnibus Law UU Politik, Anggota Baleg: UU Cipta Kerja Pernah Ditolak Besar-besaran
"Keputusan MK itu final and binding. Maka kami tentu akan berkoordinasi dengan pimpinan dan anggota Baleg untuk menyikapi keputusan tersebut," kata Edi, saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (2/11/2024).
Edi menegaskan, dirinya sejak awal kurang setuju dengan penerapan UU Cipta Kerja.
Sebab menurutnya, terkesan lebih berpihak kepada investasi dibandingkan dengan kepentingan rakyat kecil.
"Secara prinsip saya juga yang kurang setuju pada saat itu. Karena kesannya UU tersebut lebih pro kepada investasi ketimbang rakyat kecil," ucap peraih gelar doktor dari Universitas Jambi ini.
Sebelumnya, Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materil undang-undang Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh dan sejumlah serikat buruh lainnya dalam sidang pengucapan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta Pusat pada Kamis (31/10/2024).
Pihak Partai Buruh mencatat terdapat setidaknya 21 norma dari tujuh isu dimohonkan yang dikabulkan oleh Majelis Hakim Konstitusi.
Baca juga: DPR Segera Bahas Putusan MK yang Perintahkan Kluster Ketenagakerjaan Dicabut dari UU Cipta Kerja
Tujuh isu tersebut adalah upah, outsourcing, PKWT atau karyawan kontrak, PHK, pesangon, cuti dan istirahat panjang, dan tenaga kerja asing.
Dalam putusannya, MK juga memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari UU Cipta Kerja.
MK meminta pembentuk UU, yakni DPR dan pemerintah menyusun UU Ketenagakerjaan baru dalam waktu maksimal dua tahun.
MK meminta agar substansi UU Ketenagakerjaan baru menampung materi yang ada di UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 6/2023, dan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi.