News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Korupsi Kereta Api

Negara Merugi Rp1,15 Triliun Akibat Kasus Dugaan Korupsi Eks Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono

Penulis: Rifqah
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap eks Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono terkait kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta api Besitang-Langsa pada 2017-2023 pada Minggu (3/11/2024).  - Kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta api yang menjeret eks Dirjen Perkeretaapian, Prasetyo Boeditjahjono sebabkan negara merugi hingga Rp1,15 T.

TRIBUNNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Eks Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono karena terjerat kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa pada 2017-2023.

Kasus dugaan korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,15 triliun.

Nilai kerugian negara tersebut merupakan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 1.157.087.853.322 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut, sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa tanggal 13 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan," ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers, Minggu (3/11/2024).

Akibat perbuatan Prasetyo itu, pembangunan jalan kereta api Besitang–Langsa tidak dapat difungsikan hingga menyebabkan kerugian keuangan negara. 

Pembangunan jalan kereta api Besitang–Langsa diketahui tidak didahului dengan studi kelayakan/feasibility study (FS).

Dalam pelaksanaan konstruksinya juga tidak terdapat dokumen penetapan trase jalur kereta api yang dibuat oleh menteri perhubungan, serta konsorsium pembaruan agraria (KPA), PPK, kontraktor, dan konsultan pengawas. 

Qohar mengatakan, Prasetyo dengan sengaja memindahkan lokasi pembangunan yang mana proyek tersebut tidak sesuai dengan dokumen desain dan kelas jalan. 

“Sehingga jalur kereta api Besitang–Langsa mengalami amblas (penurunan daya dukung tanah) sehingga tidak bisa berfungsi,” ucap dia, dilansir Kompas.com.

Tidak hanya terkait proses tender, Prasetyo juga disebut menerima fee sebesar Rp 2,6 miliar dari seorang kontraktor berinisial AAS melalui PT WTC.

Atas perbuatannya itu, Prasetyo ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung RI selama 20 hari ke depan.

Baca juga: Ditangkap di Sumedang, Eks Dirjen Perkeretaapian Prasetyo Boeditjahjono Ditahan di Rutan Salemba

Prasetyo dijerat pasal pasal 2 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 2020 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kejagung Tetapkan 7 Tersangka

Selain Prasetyo, sebelumnya, Kejagung juga telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, sebagai berikut:

  1. NSS, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2016-2017
  2. AGP, selaku KPA dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2018
  3. AAS, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
  4. HH, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
  5. RMY, selaku Ketua Pokja Pengadaan Konstruksi tahun 2017
  6. AG, selaku Direktur PT DYG yang juga konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan
  7. FG, selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya

Dalam perkara ini, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Proyek dipecah hingga masing-masing memiliki nilai dibawah Rp 100 miliar. 

Padahal, total anggaran proyek strategis nasional ini mencapai Rp1,3 triliun lebih.

Pemecahan proyek hingga masing-masing bernilai di bawah Rp 100 miliar itu dimaksudkan untuk mengatur vendor.

Hal tersebut bertujuan untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks.

Kemudian, tersangka RMY diperintahkan untuk melakukan pelelangan menggunakan metode penilaian pascakualifikasi.

(Tribunnews.com/Rifqah/Abdi Ryanda) (Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini