News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Guru Supriyani Dipidanakan

Nasib 2 Polisi yang Diduga Minta Rp2 Juta ke Guru Supriyani, Diperiksa Propam dan Terancam Dipatsus

Penulis: Rifqah
Editor: Febri Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Supriyani saat menceritakan kronologi lengkap kasus yang sedang menjeratnya. Kabid Propam Polda Sultra memeriksa dua oknum polisi yang terindikasi meminta uang Rp2 juta dalam penanganan kasus guru Supriyani.

TRIBUNNEWS.COM - Kapolsek Baito, IPDA MI, dan Kanit Reskrim, AM, diperiksa Propam Polda Sulawesi Utara.

Dua polisi itu diduga melanggar kode etik karena ada indikasi meminta uang Rp2 juta dalam penanganan kasus guru Supriyani yang dituding menganiaya muridnya di Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan.

"Saat ini 2 oknum anggota sementara kami mintai keterangan terkait kode etik," kata Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol. Moch Sholeh, Selasa (5/11/2024), dikutip dari TribunnewsSultra.com.

Meski diperiksa, baik IPDA MI dan AM masih tetap menjalankan tugas di Polsek Baito.

Apabila nantinya hasil pemeriksaan kode etik menunjukkan bersalah, akan dikeluarkan surat perintah penempatan khusus (patsus).

"Kalau memang terbukti ada pelanggaran kode etik, kami akan tingkatkan untuk patsus atau ditarik ke Polda Sultra," kata Sholeh.

Patsus sendiri merupakan prosedur dijalankan Provos terhadap polisi yang diduga melakukan pelanggaran disiplin. 

Aturan patsus tertuang dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Polri. 

Pasal 1 ayat 35 tertulis patsus dimaksud dapat berupa markas, rumah kediaman, ruang tertentu, kapal, atau tempat ditunjuk atasan yang menghukum.

Saat ini, kata Sholeh, pihaknya sudah memeriksa tujuh personel polisi terkait permintaan sejumlah uang.

Awal Mula Permintaan Uang Rp2 Juta

Awalnya permintaan uang Rp2 juta tersebut terjadi saat kasus guru Supriyani bergulir di Polsek Baito.

Baca juga: Fakta Pertemuan Supriyani dan Aipda WH, Ketua LBH HAMI Konsel Diberhentikan karena Pilih Jalur Damai

Jumlah uang itu diduga bertambah, bahkan hingga Rp50 juta.

Uang tersebut diminta kepada keluarga Supriyani agar kasus dihentikan.

Polda Sultra baru mendapatkan bukti permintaan uang Rp2 juta. 

Sementara itu, uang Rp50 juta masih pendalaman penyidik dan mencari bukti kuat saksi.

"Sudah crosscheck soal permintaan uang Rp50 juta, tapi belum terlihat."

"Indikasinya ada. Perlu penguatan dari kepala desa dan saksi lainnya," ungkap Sholeh.

Selain itu, Sholeh mengatakan pihaknya juga sudah memeriksa sejumlah saksi seperti Kepala Desa Wonua Raya, Supriyani dan suaminya.

"Semua pihak kami periksa, mengklarifikasi soal permintaan uang itu," beber Kabid Propam Polda Sultra.

Kades Bongkar Asal-usul Uang Damai Rp50 Juta

Sebelumnya, beredar video yang memperlihatkan seorang pria menggunakan seragam dinas berwarna putih. Dia adalah Rokiman, Kepala Desa (Kades) Wonua Raya di Kecamatan Baito.

Rokiman mengungkapkan bahwa ada permintaan uang damai Rp50 juta kepada Supriyani yang dilakukan oleh Polsek Baito.

Dalam video itu, Rokiman membeberkan asal-usul uang puluhan juta yang diminta kepada Supriyani agar berdamai dengan Aipda WH tersebut.

Rokiman menyebutkan bahwa uang damai Rp50 juta tersebut awalnya disampaikan oleh Kanit Reskrim Polsek Baito.

Namun, tak lama setelah video beredar, ada video kedua lagi dari Rokiman yang menyatakan bahwa permintaan Rp50 juta itu keluar dari mulutnya sendiri saat proses mediasi atau atas inisiatif pribadi dari Pemerintah Desa.

Dua pernyataan berbeda dari Rokiman tersebut lantas menjadi sorotan publik.

Atas pernyataan kades tersebut, Propam Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) pun memeriksa Rokiman, pada Kamis (31/10/2024).

Dia dimintai keterangan terkait pernyataannya di dua video berbeda tersebut.

Rokiman pun jujur membeberkan bahwa ada campur tangan Kapolsek Baito dalam video kedua.

Dia mengklaim video kedua yang menyatakan uang damai diminta atas inisiatif sendiri itu dibuat atas arahan dari Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris.

"Pas malam Kamis itu yah, di situ banyak orang, ada Pak Kapolres, Pak Kajari di rumah jabatan Pak Camat. Kebetulan di situ juga saya diundang oleh Pak Camat, tapi pada saat itu pertemuan sudah selesai." ujarnya, Jumat (1/11/2024), dikutip dari TribunnewsSultra.com.

Lalu, tak lama setelah itu, Kapolsek Baito datang meminta bantuan kepada Rokiman.

Dari situlah, kata Rokiman, dirinya diarahkan Kapolsek Baito untuk membuat video dengan keterangan palsu soal uang damai Rp50 juta.

"Di situlah saya diarahkan untuk mengatakan yang tidak sebenarnya (oleh Kapolsek Baito)," ucapnya.

"Pak Kapolsek minta saya menyampaikan terkait dana Rp50 juta ini inisiatif dari pemerintah desa untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi."

"Padahal yang sebenarnya permintaan itu (uang damai Rp50 juta) yang menyampaikan Pak Kanit," tambah Rokiman.

Setelah berkata jujur soal uang damai Rp50 juta itu, Rokiman merasa sangat lega.

"Awalnya mungkin saya ini, tapi saya merasa lega usai memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya," ujar Rokiman.

Sebelumnya, kasus hukum yang dialami oleh Supriyani berawal dari laporan orang tua murid atas dugaan pemukulan seorang siswa.

Siswa berinisial MCD, anak seorang polisi di Polsek Baito, menyebut luka pada pahanya akibat dipukul guru Supriyani.

Atas hal tersebut, Supriyani pun ditangkap dan ditahan oleh polisi meski dia mengaku tidak melakukannya.

Namun, pada akhirnya penahanan Supriyani ditangguhkan atas izin dari Kepala Pengadilan Negeri (PN) Andoolo.

Meski penahanannya ditangguhkan, Supriyani tetap harus menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Kamis (24/10/2024).

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Kapolsek Baito dan Kanit Reskrim Terancam Sanksi Patsus, Kabid Propam Polda Sultra: Masih Pendalaman

(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunnewsSultra.com/Desi Triana/Laode Ari)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini