Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) membuka peluang bagi DPR untuk mempertimbangkan penggunaan sistem e-voting (electronic voting) dalam pilkada mendatang.
Hal ini diungkapkan dalam putusan perkara nomor 137/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis (14/12/2024) di Gedung MK, Jakarta
Menurut Hakim MK Guntur Hamzah, meski penggunaan e-voting dinilai sah dalam beberapa konteks pemilu, penentuan penerapannya di pilkada bukan merupakan kewenangan MK melainkan DPR dan pemerintah.
"Dalam kaitan ini, demi melindungi hak pilih pemilih yang merupakan hak konstitusional warga negara, persoalan yang dikemukakan para pemohon harus mendapat perhatian pembentuk undang-undang,” jelas Guntur.
“Untuk diatur dalam perubahan undang-undang pemilu ke depan, in casu pilkada serentak tahun 2029 dan seterusnya," ia menambahkan.
Lebih lanjut, Guntur mengatakan metode e-voting atau i-voting seharusnya hanya digunakan dengan kesiapan teknologi, pembiayaan, dan kesiapan masyarakat yang matang, serta tetap sesuai prinsip asas pemilu.
Meski ditolak, MK membuka pintu bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan e-voting di masa depan.
Hal ini dapat menjadi peluang untuk modernisasi sistem pemilu di Indonesia, namun tetap memerlukan kesiapan dari berbagai aspek.
Di Indonesia, beberapa bentuk e-voting sudah pernah diuji coba, seperti pada pemilihan Kepala Dusun di Bali pada 2009 dan pemilihan Kepala Desa di Bogor pada 2017.