TRIBUNNEWS.COM - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan penjelasan mengenai pembebasan bea masuk susu impor.
Akhir-akhir ini, pembebasan bea masuk susu impor dikeluhkan para peternak sapi dalam negeri.
Sebab, hal itu membuat harga susu impor jauh lebih murah.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu, Askolani, mengatakan pembebasan bea masuk susu impor terjadi karena adanya perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan negara.
Seperti susu yang diimpor dari Australia dan Selandia Baru mendapatkan bea masuk nol persen.
Hal tersebut, terjadi karena Indonesia dan dua negara itu, telah menandatangani kesepakatan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA).
"Itu terkait sama FTA perjanjian trade agreement ya, antara biasanya dengan ASEAN, dengan Australia, dengan New Zealand, jadi itu yang kita jalanin juga," katanya di Jakarta, Kamis (14/11/2024), dilansir Kompas.com.
Dijelaskan Askolani, selain bea masuk dibebaskan, susu impor tidak dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).
Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022, dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2).
Lebih lanjut, Askolani mengatakan, yang berwenang merevisi aturan pembebasan PPN susu impor ialah Ditjen Pajak Kemenkeu.
"Kalau masalah PPN teman-teman pajak ya," ucapnya.
Peraturan soal Susu Impor Bebas Pajak
Sebagai informasi, pembebasan PPN susu impor diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.
Yakni, tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean.
Baca juga: Mentan Gercep Beri Solusi, Pelaku Industri Susu Lega Bisnisnya Kembali Berjalan
Aturan pembebasan pajak PPN susu impor diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2).
"Barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf p dan ayat (21 huruf q merupakan barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat," bunyi Pasal 7 ayat (1).
Kemudian, dalam Pasal 7 ayat (2) disebutkan, susu adalah produk kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Aksi Peternak Sapi
Sebelumnya, ramai aksi para peternak sapi perah di Jawa Tengah membuang susu hasil produksinya.
Aksi tersebut, dilakukan para peternak lantaran susu sapi produksi lokal tak terserap setelah ada pembatasan kuota di industri pengolahan susu (IPS).
Seperti peternak sapi perah dan pengepul di Boyolali, Jawa Tengah.
Mereka menggelar aksi mandi susu dari susu yang tak terserap industri di Tugu Susu Tumpah, Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu lalu (9/11/2024).
Aksi buang susu tersebut, merupakan bentuk protes atas pembatasan kuota di IPS.
Mereka kecewa serapan susu sapi lokal berkurang.
Pembatasan kuota oleh perusahaan IPS diduga karena melonjaknya volume susu impor dalam bentuk bubuk (skim) yang masuk ke Indonesia beberapa bulan terakhir.
Susu skim sendiri harganya lebih murah dibandingkan susu segar yang dihasilkan peternak lokal.
Adapun banjir susu impor di Indonesia lantaran produk susu tidak dikenakan bea masuk dan pajak PPN.
Kondisi ini membuat peternak rentan lantaran tidak diproteksi pemerintah.
Baca juga: Fakta-fakta Susu Sapi Impor Bebas Pajak, Ancam Produk Susu Sapi Dalam Negeri?
YLKI Minta Pemerintah Evaluasi Kebijakan Ini
Terkait aksi para peternak di Boyolali, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut meresponsnya.
Menurutnya, penyebab dari demonstrasi adalah susu hasil produksi mereka tidak diserap oleh Industri Pengolahan Susu (IPS).
Sementara itu, impor susu justru dalam posisi yang tinggi.
Plt Ketua Pengurus Harian YLKI, Indah Suksmaningsih, melayangkan kritik kepada Menteri Koperasi Indonesia Budi Arie Setiadi terkait kebijakan pembatasan kuota susu ke pabrik.
"Menkop, dengan kebijakan bea masuk 0 persen dan pembatasan kuota susu lokal, nampak cenderung lebih mendukung para pengusaha importir dibanding produsen susu lokal," kata Indah dikutip dari keterangan tertulis pada Kamis (14/11/2024).
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Endrapta Ibrahim Pramudhiaz, Kompas.com)