TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Budi Gunadi Sadikin kembali dipilih menjadi Menteri Kesehatan RI (Menkes) di era Presiden Prabowo Subianto.
Dalam wawancara eksklusif dengan Tribun Network, Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan kisah menarik terkait penunjukannya dan alokasi anggaran besar untuk sektor kesehatan.
Budi Gunadi Sadikin mengatakan, sebelum masuk kembali ke kabinet baru, Presiden Prabowo sudah memberikan sinyal bahwa pemerintahan mendatang ingin melanjutkan transformasi kesehatan yang sudah diusung sejak era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Presiden Prabowo ingin melanjutkan transformasi di sektor kesehatan, harus dilanjutkan."
"Tapi saat bertemu itu beliau enggak bilang apakah itu saya atau enggak (menkesnya),” ujar Budi Gunadi Sadikin, saat wawancara eksklusif, dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dalam program Ngobrol Bareng Cak Febby (Ngocak Febby), di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (18/11/2024).
Sebelum diumumkan ke publik atas penunjukan dirinya menjadi menkes, Presiden Prabowo meminta Kemenkes untuk menjalankan tiga prioritas bidang kesehatan yaitu akselerasi eliminasi TBC, skrining kesehatan serta pembangunan Rumah Sakit (RS) di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Prabowo Beri Anggaran Tambahan Rp13 Triliun
Budi Gunadi Sadikin menceritakan bagaimana Presiden Prabowo memahami urgensi transformasi kesehatan dan memberikan dukungan nyata dalam bentuk anggaran tambahan yang sangat signifikan.
Anggaran tambahan itu diberikan Presiden Prabowo untuk Kementerian Kesehatan di tengah Kementerian-Kementerian lainnya malah dipotong atau dikurangi anggarannya.
"Tiba-tiba dipanggila Bu Sri Mulyani (Menkeu-red), 'Pak Menkes, semua Menteri lain gak ada yang tiba-tiba kayak kamu dikasih anggaran tambahan Rp13 triliun."
"Anggaran tambahan dari Bapak Presiden Prabowo untuk ngurusin 3 hal itu tadi," jelas Menkes.
"Saya kaget kok yang lain dipotong-potongin, saya ditambah. 'Karena kamu mesti jaga kesehatan rakyat karena itu ada prioritas utama hidup'," ucapnya.
Berikut petikan wawancara eksklusif Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra:
Dari sedikit Menteri yang ada sekarang, Menteri di jaman Pak Jokowi yang kemudian dapat portofolio baru, di pemerintahnya Pak Prabowo berarti menurut saya, berarti Bapak sukses dong?Bapak juga aktif pada waktu itu karena sejak tahun 2020 pas jadi Menteri Kesehatan, pas Covid-19 Pak, bisa cerita sedikit bagaimana Bapak kemudian dipercaya oleh Pak Prabowo menjadi Menteri Kesehatan untuk yang kedua kalinya?
Jadi memang waktu jadi Menteri Kesehatan jaman Covid itu menyampaikan, Menteri Kesehatan adalah Menteri yang paling banyak diganti. Jadi saya ketemu di Inggris tuh Menteri Kesehatannya 6 kali diganti. Ada Jepang mungkin 3 kali diganti. China saja 2 kali diganti. Jadi memang rupanya Menteri Kesehatan pada saat pandemi dan nggak tau apa sampai sekarang ya adalah posisi yang paling tidak diminanti karena paling cepat diganti. Jadi jangan-jangan ditaruh saya karena nggak ada yang mau posisi ini itu, karena kursi panas.
Tapi kalau dengan Pak Prabowo, beliau adalah senior saya, juga merupakan teman sejawat waktu di Kabinet sebelumnya. Kita banyak juga kerjasama dengan beliau karena pada saat vaksinasi Covid kan banyak dibantu oleh TNI dan Polri. Jadi hubungannya dengan beliau lebih sebagai senior lah di Kabinet yang mendukung kami untuk bisa menyelesaikan pandemi Covid dengan baik. Nah senior kami sekarang sudah jadi bos kami.
Pak bisa cerita sedikit, apakah sebelumnya memang Bapak pernah diberi sinyal oleh Pak Prabowo untuk melanjutkan di Kementerian ini?
Pernah diajak bicara sekali apa dua kali. Pak Prabowo bilang memang bahwa beliau sudah perhatikan transformasi di sektor kesehatan ini harus dilanjutkan, harus diteruskan tapi nggak bilang apakah itu saya atau nggak.
Tapi ketika kemudian diajak berdialog Pak sebelum Kabinet diumumkan, apakah ada satu request khusus gitu Pak Pak Budi terkait dengan Kementerian Kesehatan?
Ada dia minta tiga hal. Jadi satu akselerasi eliminasi TBC, nomor dua screening kesehatan bagi masyarakat Indonesia, nomor tiga daerah-daerah yang tertinggal, perbatasan kepulauan yang terpencil, itu rumah sakitnya dipastikan dibangun rumah sakit yang bagus.
Meskipun cuma tiga berat juga ya Pak?
Itu quick win ya saya begitu lihat oh ternyata masuk quick win-nya beliau.
Bapak termasuk sukses diantara negara-negara ya dalam mengatasi Covid-19 lah ya Pak, apa yang Bapak nggak bisa lupakan ketika jadi Menteri Kesehatan di masa yang krusial itu? Ada nggak ya?
Ditanya sama Pak Presiden yang dulu, Pak Jokowi waduh saya ini dipuji sama negara-negara lain. Kepala Negara lain menyampaikan sukses Indonesia, nanti jawabnya apa?
Wah jawabnya ini saja Pak, jawabnya karena Menkesnya nggak kerja. Loh kok gitu? Iya Pak, karena yang kerja bukan Menkesnya yang kerja adalah Tribun Network, TNI, Polri, NU, Muhammadiyah. Karena yang sibuk nyuntikan mereka kita hanya kasih vaksinnya saja.
Jadi kita bilang kenapa itu dulu sukses? Sebenarnya salah satu kuncinya adalah karena kita benar-benar memanfaatkan modal sosial yang luar biasa dari masyarakat kita. Masyarakat kita kan orangnya iba-an. Kalau di politik ada orang yang dizolimi, yang dizolimi yang menang.
Orang Indonesia kan iba, kalau ada yang gotong-royong ingin membantunya itu besar. Jadi waktu itu saya bilang, aduh kalau yang nyuntik ini orang kayak menkes semua sama dinas kesehatan, gak kelar. Jadi ini harus dibuat programnya jadi eksklusif, tapi kita lakukan sendiri bersama-sama. Pendekatannya jangan pendekatan program tapi pendekatan gerakan. Jadi kita pasang muka iba, menkesnya kelihatan capek, kurang tidur ternyata Tribun Network beres, asal kita dikasih vaksin, nanti Tribun yang vaksinasi di seluruh Indonesia nanti semuanya Tribun yang beresin. Jadi baru selesai cepat.
Tadi kan ada 3 quick win yang tidak ringan. Bisa Bapak jelaskan Pak, mengapa TBC yang jadi prioritas, mengapa kemudian ada apa ya, daerah-daerah terpencil rumah sakit kayak pembangunan BTS saja gitu? Dan yang berikutnya adalah mengenai bagaimana kita bisa melakukan pengecekan kesehatan apa Pak? Ini konteksnya Pak bisa dijelaskan?
Covide itu pandemi penyakit menular melanda dunia. data yang meninggal kalau saya nggak salah baca tuh 7 jutaan, 8 jutaan selama berapa tahun ya, 2 tahun.
sekarang masih ada, cuma sedikit sekali yang meninggal. Nggak banyak orang tahu bahwa TBC sudah ada di dunia itu lebih dari 200 tahun, 1700-an sudah ada dan nggak ada juga yang ingat yang meninggal itu 1 miliar. 1 miliar orang sudah meninggal dari 200 tahun yang lalu. Penyakit ini sama Covid nggak hilang sampai sekarang dan meninggalnya setiap tahun 1,3 juta orang di seluruh dunia. 1,3 juta dibagi 365 hari dibagi 24 jam dibagi 60 menit meninggalnya 2,5 orang per menit. Jadi kita ngomong begini sudah 10 orang mati. Nih kita ngomong di Indonesia itu 134 ribu jadi sekitar 5 menit, satu orang meninggal. Jadi serius juga.
Jadi penyakit ini kenapa jadi fokus beliau (Prabowo-red)? Karena beliau tahu ini penyakit menular yang paling banyak korbannya dalam sejarah umat manusia sampai sekarang belum beres-beres dan sampai sekarang masih menyebabkan banyak kematian.
Kenapa kok kurang mendapatkan perhatian seperti Covid? Karena penyakit ini menyerang negara miskin. Kalau yang meninggalnya di Inggris, Amerika itu akan cepat. Ini meninggalnya kan di China, India, Indonesia ya lama, gak beres-beres, vaksinnya gak keluar-keluar.
Itu sebabnya beliau bilang yuk TBC ini kita percepat eliminasinya. Itu nomor 1 TBC.
Yang nomor 2 beliau juga lihat ini orang Indonesia selama ini diurusnya fokus kesehatannya ngobatin orang sakit padahal itu salah. Sakit itu jantung, stroke, cancer, yang paling banyak membuat manusia meninggal itu penyakit kronis. Kalau kronis itu penyakit gak kayak ketabrak mobil kena mati, gak gitu Pak dia kena gak diobatin terus 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun mati. Jadi sebenarnya kita punya banyak waktu untuk mengobati dan menghindarinya.
Jadi strateginya kenapa screening? Berubah strategi kesehatan harusnya menjaga orang tetap sehat bukan mengobati orang sakit. Mengurusnya di posyandu bukan di rumah sakit. Mengurusnya perawat, bidan dan dokter umum bukan dokter spesialis dan sebagainya. Mengurusnya bukan alat kesehatan tapi screening.
Karena penyakit meninggal paling banyak stroke 300 ribu per tahun, jantung 250 ribu per tahun. Ini gampang, kalau Bapak ukur yang namanya tekanan darah setiap tahun saja sekali di bawah 130-190, kemudian gula darah HBS 1C di bawah 5,7 sekali saja, lemak darah atau kolesterol LDL-nya di bawah 100 setiap tahun, gak lebih dari itu, insya Allah 82 tahun. Kalau di atas itu gak diobatin 5 tahun lewat itu. Yang dimaksud screening ya jadi kalau ada ini wartawan Tribun, pegawai Tribun meninggal di bawah 72 rata-rata usia, sudah hampir pasti kalau gak stroke sama jantung, itu pemimpinnya harus disalahkan karena tidak pernah screening anak buahnya. Jadi gak boleh ada yang meninggal di bawah umur 72 harusnya. Kalau rajin Insya Allah 84 tahun.
Quick win ketiga, dia datang ke daerah-daerah, kasihan sekali kok rumah sakitnya seperti itu. Saya pernah ke Nias itu ada ruang operasi, ada alat anestesi tapi laba-laba semua. Artinya gak pernah dipakai. Ini paling banyak butuh operasi apa? Patah tulang, lah pak, kenapa? Kecelakaan, kan banyak motor, ngebut, nabrak. Patah tulang operasinya gimana? Gak bisa lah Pak mesti disebrangi dulu ke Padang pakai boat 4 jam.
Nah hal-hal kayak gitu banyak. Lahirin ibu, misalnya lahirannya susah itu mesti caesar, operasi, ya itu kan masih 4-5 jam.
Saya kemarin ketemu yang lucu-lucu. Jantung itu Pak kalau kena serangan itu gak boleh lebih dari 90 menit harus segera dipasang ring pakai nama alatnya Cath Lab. Saya tanya, berapa Cath Lab di 514 Kabupaten/Kota. Kenapa Bapak nanya Kabupaten/Kota? Ya kalau 90 menit kan gak mungkin orang terkena di Sukabumi harus dibawa ke Bandung. Jadi harus di Kota atau Kabupaten yang sama. Jadi pasangnya di Kabupaten/Kota. 44 dari 514, bahkan provinsi saja 28 dari 34. Jadi kayak Ambon, Maluku Utara, Maluku Selatan, Papua, Papua Barat itu gak ada layanan jantung. Jadi saya tanya loh, kalau orang kena serangan jantung di Ambon terus kita bisa apa? Oh bisa berdoa dibawa ke Makassar, Manado masih hidup. Jadi mesti dibangun rumah sakit.
Tadi Bapak sebutkan bahwa dalam waktu kita ngobrol, satu orang meninggal, silahkan Pak untuk pembaca kita, untuk pemirsa kita apa yang Bapak ingin sampaikan kepada masyarakat pembaca kita?
Jadi saya ingin menyampaikan bahwa Presiden kita Pak Prabowo itu sangat memperhatikan kesehatan. Ada beberapa hal penting yang kita mesti pahami. Saya sebagai bankir sudah lebih dari 30 tahun, kerjaan saya ngurusin harta dari nasabah-nasabah. Saya sekarang jadi Menteri Kesehatan 3 tahun mau 4 tahun ngurusin nyawa dari semua masyarakat kita. Bapak Presiden kita itu jeli saya lihat. Karena buat saya yang sudah ngerjain ngurusin ribuan triliun uang, yang namanya nyawa itu di atas harta. Kalau saya punya nasabah sekaya apapun, dia akan tanya, 'Pak ini ada investasi Bapak bisa dapet 100 juta US tapi katanya Bapak wafat besok atau Bapak mau ubah tapi wafatnya nanti 10 tahun lagi pasti dia pilih yang 10 tahun lagi.
Itu sebabnya kenapa Pak Prabowo memahami itu ngasih saya anggaran tambahan. Jadi saya tuh begitu jadi Menteri dapet anggaran. Tiba-tiba dipanggila Bu Sri Mulyani (Menkeu-red), Pak Menkes, semua Menteri lain gak ada yang tiba-tiba kayak kamu dikasih anggaran tambahan Rp13 triliun. Anggaran tambahan dari Bapak Presiden Prabowo untuk ngurusin 3 hal itu tadi. Saya kaget kok yang lain dipotong-potongin, saya ditambah. 'Karena kamu mesti jaga kesehatan rakyat karena itu ada prioritas utama hidup.'
Mari ikuti video wawancara lengkapnya hanya di YouTube Tribunnews.(*)