Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan modus pengiriman melalui ekspedisi telah menjadi pilihan utama para pelaku untuk menyelundupkan psikotropika ke berbagai wilayah di Indonesia.
“Modus pengiriman melalui ekspedisi telah menjadi pilihan utama para pelaku untuk menyelundupkan psikotropika ke berbagai wilayah di Indonesia," ungkap Kepala BPOM Taruna Ikrar dilansir dari website resmi BPOM, Jumat (22/11/2024).
Terkait hal ini Taruna Ikrar pun menegaskan pentingnya kerja sama lintas instansi untuk menghadapi modus ini.
"BPOM bersama Bea Cukai, Polri, TNI, dan pihak terkait akan terus berkoordinasi dan bekerja keras untuk mencegah dan menindak upaya penyelundupan ini,” lanjutnya.
Hal itu dia sampaikan terkait hasil penindakan Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan di Bidang Kepabeanan dan Cukai dalam mendukung program Asta Cita Presiden RI.
Dalam operasi tersebut, ditemukan antara lain 67 kilogram (Kg) narkotika jenis sabu, 48 ribu butir dan 7,6 Kg metilendioksimetamfetamina (MDMA).
Serta 23 Kg ganja dari berbagai wilayah, termasuk Aceh, Dumai, Bogor, Lampung, Jakarta, dan Banten.
Selain itu, ditemukan 3.301 liter minuman keras berlabel cukai palsu senilai Rp2 miliar yang juga berhasil disita.
“Semua temuan terkait narkotika ini mempunyai modus operandi yang sama, yaitu melalui jalur pengiriman menggunakan jasa ekspedisi,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangan yang sama.
Sri Mulyani menyatakan bahwa nilai barang hasil penindakan dalam operasi terbaru ini mencapai Rp49 miliar, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp10,3 miliar yang berhasil diselamatkan.
“Dengan memperkuat pengawasan dan penindakan terhadap penyelundupan, pemerintah berupaya menciptakan iklim ekonomi yang sehat dan mendorong pertumbuhan yang inklusif serta berkelanjutan,” kata Sri Mulyani lagi.
Lebih lanjut, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan, yang memimpin Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan, menyampaikan bahwa pemerintah telah berhasil mengungkap 283 kasus penyelundupan selama periode 4 hingga 11 November 2024.
“Dari data intelijen keuangan selama 4 tahun terakhir, total transaksi penyelundupan telah mencapai Rp216 triliun. Penyelundupan ini berdampak negatif pada perkembangan produk lokal sehingga sulit untuk berkembang,” kata Budi Gunawan.
Selain itu, Budi Gunawan menjelaskan bahwa timnya telah memetakan berbagai modus penyelundupan yang sering dilakukan.
Termasuk ketidaksesuaian dokumen, ekspor-impor ilegal, penyalahgunaan zona perdagangan bebas, dan pencucian uang.
Budi menyatakan di sepanjang tahun ini, Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan telah berhasil menggagalkan 213 aksi penyelundupan dengan barang bukti berupa produk garmen, tekstil, rokok, minuman keras, dan narkotika.