Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Survei Penelitian Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) baru-baru ini menyebutkan bahwa Indonesia akan menjadi lebih kuat, digitalisasi dan transisi hijau menjadi kunci kemakmuran masa depan.
"Pertumbuhan PDB Indonesia telah pulih dari resesi akibat Covid-19 dan inflasi telah turun secara signifikan, tetapi paparan terhadap ketidakpastian global tetap tinggi," ungkap OECD, Selasa (26/11/2024).
Baca juga: Penggunaan QRIS dan Digitalisasi Pembayaraan Dinilai Perluas Akses Penjualan Produk
Untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi, Indonesia perlu lebih meningkatkan lingkungan untuk pertumbuhan produktivitas, meraup keuntungan lebih lanjut dari digitalisasi, dan terus maju menuju emisi nol bersih, menurut laporan OECD yang baru.
Survei Ekonomi OECD terbaru di Indonesia menyebutkan bahwa pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) diproyeksikan tetap kuat, yaitu sebesar 5,1 persen pada tahun 2024 dan 5,2% pada tahun 2025.
Konsumsi swasta tetap menjadi mesin utama pertumbuhan, sementara volume ekspor diuntungkan oleh permintaan komoditas global yang tinggi.
Konsumsi akan tetap kuat dan investasi swasta kemungkinan akan meningkat.
"Pendapatan per kapita di Indonesia telah meningkat lebih dari dua kali lipat selama seperempat abad terakhir, dengan penurunan signifikan dalam kemiskinan," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann saat menyampaikan surveinya.
"Dengan reformasi struktural yang berkelanjutan, termasuk untuk meningkatkan lingkungan bisnisnya, Indonesia akan dapat lebih memperkuat dan meningkatkan kualitas momentum pertumbuhannya ke depannya, membantu memberikan pendapatan dan standar hidup yang lebih tinggi di jalur untuk menjadi ekonomi maju pada tahun 2045," katanya.
Baca juga: Menkop: Digitalisasi Agenda Penting Dalam Transformasi Koperasi Untuk Inklusi Keuangan
"Peningkatan penggunaan teknologi digital, akan membantu mendorong peningkatan produktivitas, termasuk di bidang pertanian dengan peningkatan efisiensi dan produktivitas pertanian yang membantu mencapai tujuan ketahanan pangan Indonesia."
Inflasi telah kembali ke target. Inflasi utama mencapai puncaknya pada 6,0% pada September 2022 di tengah melonjaknya harga pangan dan energi.
Suku bunga tinggi dan penguatan mata uang telah menahan pertumbuhan harga.
Hal ini memungkinkan bank sentral untuk mulai menurunkan suku bunga kebijakannya pada September.
Bulan lalu, inflasi utama adalah 1,7%, dalam kisaran target bank sentral 1,5% - 3,5%.