TRIBUNNEWS.COM, KARAWANG - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji menyoroti dampak media sosial yang dinilai mengurangi interaksi dalam keluarga.
Hal ini ia sampaikan saat berdialog dengan masyarakat dalam kunjungannya ke Desa Mulyasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (4/12/2024).
Baca juga: Pengamat Soroti Belum Dibentuknya Lembaga Perlindungan Data Pribadi
"Pengaruh media sosial dan handphone sangat luar biasa. Anak-anak kita lebih sering berbicara dengan media sosial dibandingkan dengan orang tua atau keluarga mereka," kata Wihaji.
Ia menjelaskan bahwa kurangnya interaksi dalam keluarga dapat memicu berbagai permasalahan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kurangnya pengawasan terhadap anak-anak.
Baca juga: Ini Penjelasan BMKG Soal Banjir Bandang Terjang Sukabumi, Minta Warga Tetap Waspada
Oleh karena itu, ia mendorong keluarga untuk membangun budaya komunikasi yang lebih intensif.
Wihaji mengungkapkan untuk pentingnya gerakan kembali memperkuat interaksi antar anggota keluarga.
"Hari ini, keluarga harus lebih banyak ngobrol. Orang tua harus sempatkan waktu untuk ngobrol dengan anak-anak, begitu juga suami dan istri," ujarnya.
Menurutnya, problematika keluarga yang sering muncul, seperti konflik internal hingga penyimpangan perilaku anak, bisa diminimalisir melalui komunikasi yang baik.
"Solusi dari setiap masalah keluarga adalah keluarga itu sendiri. Jadi, mulailah lebih banyak ngobrol dan saling memahami," ungkapnya.
Baca juga: BKKBN Perkuat Upaya Pencegahan Narkotika di Kalangan ASN
Wihaji mengingatkan, meskipun media sosial memiliki sisi positif, penggunaannya yang tidak terkontrol bisa memberikan dampak buruk.
Ia menyebut bahwa sebagian besar masalah keluarga saat ini dimulai dari kurangnya pengawasan terhadap penggunaan media sosial.
"Saya bukan anti media sosial, tapi kita harus bijak dalam menggunakannya. Media sosial yang baik tentu bermanfaat, tapi kalau tidak ada kontrol, efeknya bisa buruk," tuturnya.
Ia juga mengusulkan adanya formula dan kebijakan yang lebih terarah untuk memanfaatkan teknologi secara optimal, terutama untuk kepentingan keluarga.
Baca juga: Menpora Sebut Erik Thohir Ditanya Wapres Gibran Soal Kans Timnas Indonesia di Piala AFF 2024
Lebih lanjut Wihaji menyinggung isu pembatasan penggunaan internet bagi anak-anak di bawah usia tertentu yang diterapkan di negara lain, seperti Australia.
Meski belum diterapkan di Indonesia, ia menilai ide tersebut dapat menjadi inspirasi untuk mendukung tumbuh kembang anak secara sehat.
"Negara maju saja memikirkan dampak teknologi terhadap anak-anak. Kita juga harus memikirkan hal yang sama, tapi tentu dengan cara yang sesuai dengan kondisi masyarakat kita," pungkasnya.
Baca juga: Kebijakan PPN 12 Persen, Akademisi UPN Minta Pemerintah Siapkan Skema Melindungi Kalangan Menengah