TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu) memperhatikan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045 yang telah disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kemendikbudristek, dan Kemenag pada 10 Oktober 2024.
Ketua Umum Hisminu KH Arifin Junaidi menyampaikan bahwa Peta Jalan Pendidikan Indonesia yang sudah diterbitkan oleh ketiga kementerian tersebut harus ditinjau sebelum dijadikan acuan kebijakan pendidikan nasional.
“Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045 diterbitkan menjelang akhir pemerintahan Jokowi Periode Kedua. Harusnya ditinjau terlebih dahulu, apakah itu sesuai dengan visi pemerintahan Prabowo saat ini?” ungkap KH Arifin Junaidi dalam sambutan kegiatan Diskusi Terpumpun "Mereview Dasar dan Arah Peta Jalan Pendidikan Indonesia (PJPI) Tahun 2025-2045” di Pondok Pesantren Luhur Al Tsaqafah, Cipedak Jakarta Selatan pada Senin (9/12/2024).
Menurutnya Peta Jalan Pendidikan Indonesia harus berkorelasi dengan RUU Sisdiknas yang rencananya didorong oleh Komisi X DPR - RI agar masuk Prolegnas 2025.
Namun demikian keterlibatan unsur organisasi masa dan penyelenggara pendidikan perlu diperhatikan.
“Kami berharap peta jalan pendidikan kita berkorelasi dengan RUU Sisdiknas yang akan masuk Prolegnas 2025. Jangan sampai gaduh seperti pada periode lalu. Pendidikan itu harus gotong royong.” ungkap Pengasuh Pondok Pesantren Al Itihad Poncol Semarang ini.
Dalam kegiatan ini hadir praktisi Pendidikan, Donny Koesoema yang juga membenarkan, setidaknya sejak 2020 sudah disusun Peta Jalan Pendidikan Indonesia.
"Peta ini hilang begitu saja dari peredaran setelah mendapatkan banyak penolakan karena minimnya partisipasi publik." Ungkap Dosen swasta ini.
Dalam kegiatan tersebut, Prof Dr KH Said Aqil Siroj Ketua Pembina HISMINU juga menyampaikan keresahaannya. Yaitu dualisme dalam sistem tata kelola sekolah dan madrasah.
Menurut Mantan Ketua PBNU ini, dualisme ini adalah warisan dari masa Kolonial ketika mengisolasi lembaga pendidikan Pesantren, keagamaan dan sekolah swasta dan memprioritaskan sekolah-sekolah negeri bentukan Belanda.
Menurutnya, ini berdampak pada tata kelola madrasah dan guru madrasah yang selalu dibelakang. Menurutnya tata kelola pendidikan mestinya satu pintu.
"Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Benang kusut pendidikan di Indonesia harus segera diurai dengan asas kebersamaan dan kesetaraan." Ungkap Pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al Tsaqafah ini.
Menyambung persoalan kusutnya tata kelola pendidikan, Salah satu pimpinan Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Drs Unang Rahmat menyatakan bahwa Muhammadiyah memperhatikan dualisme tata kelola pendidikan Indonesia.
"kita perlu mengawal tema besar kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah yaitu Pendidikan Berkualitas untuk Semua. Kami setuju tata kelola pendidikan mestinya satu pintu." Ungkapnya.
Tinjauan diskusi terpumpun ini rencananya akan menjadi dasar rekomendasi HISMINU kepada pemerintah.
KH Arifin Junaidi berharap peran sekolah dan madrasah swasta tetap diperhitungkan dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia.
“Perhatian negara pada peningkatan kualitas pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan yang diinisiasi dan difasilitasi oleh masyarakat masih sangat rendah dan semakin membuka kesenjangan akses layanan pendidikan di tingkat grassroot,” ungkapnya saat menutup acara diskusi tersebut.