TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencananya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat (Kalbar) Dedy Mandarsyah.
Tujuan KPK untuk mendalami harta kekayaan Dedy Mandarsyah.
Pasalnya terdapat dugaan anomali di dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Dedy Mandarsyah ke KPK.
Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Herda Helmijaya berharap pemanggilan terhadap Dedy bisa dilakukan dalam 2 minggu ke depan.
"Saat ini masih mengumpulkan bahan analisis termasuk anomali-anomali yang ada di LHKPN-nya," ujar Herda kepada Kompas.com, Minggu (15/12/2024).
"Setelah kita buat simpulan, barulah ada keputusan untuk diperdalam. Dalam konteks itu tentu kita akan melakukan klarifikasi-klarifikasi pada berbagai pihak terkait," sambungnya.
Baca juga: Sosok Pejabat PU Dedy Mandarsyah akan Diperiksa KPK, Terseret Penganiayaan Dokter Koas
Pernah Disebut dalam Kasus OTT KPK
Dedy Mandarsyah pernah disebut-sebut saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di BBPJN Kaltim pada 2023 lalu.
Kata Hendra hal tersebut membuat KPK semakin kuat untuk melakukan pendalaman terhadap kekayaan Dedy sebesar Rp 9,4 miliar.
"Kalau Mas mengikuti saat KPK menangani kasus OTT BPPJN Kaltim akhir 2023, nama yang bersangkutan sebetulnya juga sudah disebut-sebut," ujar Herda.
"Hal itu makin menguatkan untuk segera dilakukan pendalaman (terhadap kekayaan Dedy Mandarsyah)," lanjutnya.
Duduk Perkara Kasus BBPJN Kaltim 2023
Pada OTT KPK di BBPJN Kalimantan Timur pada November 2023 lalu, sebelas orang diamankan.
Belasan orang yang ditangkap ini terdiri dari penyelenggara negara dan pihak swasta.
KPK lalu menetapkan lima orang sebagai tersangka suap dari 11 yang terjaring.
Artikel Kompas.TV pada 25 November 2023 lalu dengan judul Dugaan Korupsi Proyek Jalan di Kaltim: Barang di E-Katalog Dimanipulasi, Uang Rp525 Juta Disita KPK, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menjelaskan adanya dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Kalimantan Utara (Kaltim) yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (24/11/2023) lalu.
Sebanyak 11 orang diamankan dalam OTT tersebut.
Lima di antaranya menjadi tersangka, yakni Direktur CV Bajasari Nono Mulyatno, pemilik PT Fajar Pasir Lestari (FPL) Abdul Nanang Ramis, staf PT FPL Hendra Sugiarto.
Kemudian, Kepala Satuan Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur Tipe B Rahmat Fadjar, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Kalimantan Timur Riado Sinaga.
Dugaan korupsi ini berkaitan dengan program pembangunan jalan nasional di wilayah I Provinsi Kaltim, di mana anggaran proyek itu bersumber dari APBN.
Proyek tersebut, diantaranya peningkatan jalan Simpang Batu-Laburan dengan nilai Rp49,7 miliar dan preservasi jalan Kerang-Loro Kuaro dengan nilai Rp1,1 miliar.
Nono, Ramis, dan Hendra pun hendak memenangkan proyek tersebut dengan mendekati Riado dengan janji dan kesepakatan pemberian sejumlah uang.
Selanjutnya, Riado menyampaikan hal itu ke Rahmat sebagai Kepala Satuan Kerja BBPJN yang memiliki tanggung jawab dalam penyelenggaran jalan nasional.
Rahmat pun setuju dan kesepakatan pun dibuat.
Ia memerintahkan Riado untuk memenangkan perusahaan Nono, Ramis, dan Hendra dengan memodifikasi dan memanipulasi sejumlah barang yang ada di aplikasi E-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
”Untuk besaran pembagian uang, RF (Rahmat) mendapatkan 7 persen dan RS (Riado) mendapatkan 3 persen sesuai dengan nilai proyek,” kata Johanis.
Nono, Ramis, dan Hendra mulai memberikan uang secara bertahap pada Mei 2023. Pemberian uang dilakukan di Kantor BBPJN Wilayah I Kaltim.
Jumlah yang terkumpul mencapai Rp1,4 miliar yang kemudian digunakan untuk acara Nusantara Sail 2023.
“Diamankan uang tunai sejumlah sekitar Rp525 juta sebagai sisa dari nilai Rp1,4 miliar yang diberikan,” kata Johanis.
Atas perbuatannya, Nono Mulyatno, Abdul Nanang Ramis, dan Hendra Sugiarto sebagai pihak pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara, Rahmat Fajar dan Riado sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Disorot Karena Anaknya
Kekayaan Dedy Mandarsyah disorot setelah anaknya, Lady Aurellia Pramesti, viral karena menyebabkan pemukulan terhadap seorang dokter koas di Palembang bernama Muhammad Luthfi.
Kejadian penganiayaan terhadap Luthfi berlangsung pada Rabu (11/12/2024) di salah satu tempat makan di kawasan Demang Lebar Daun, Palembang.
Mulanya, LD yang merupakan dokter koas sekaligus rekan Lutfhi, datang bersama ibunya, LN, dan DT, ke tempat makan tersebut untuk bertemu Lutfhi guna membicarakan terkait penjadwalan kegiatan fakultas kedokteran.
DT merupakan sopir LD yang masih memiliki ikatan keluarga.
"Ibu LN bertujuan berkomunikasi (dengan korban), mungkin dia mengira anaknya (LD) tidak bisa berkomunikasi dengan sesama koas tersebut," kata Titis saat berada di Mapolda Sumsel, Jumat (13/12/2024).
Saat pertemuan tersebut, LN meminta agar jadwal piket LD di malam tahun baru diatur ulang.
Namun, Lutfhi dinilai tak menanggapi permintaan tersebut sehingga DT merasa kesal hingga terjadi penganiayaan.
"Menurut dia (DT), korban itu tidak merespons seperti itu saja. Kalau orang tidak direspons, itu tidak ditanggapi, jadi dia (DT) terprovokasi," kata Titis.
"(Pertemuan) hanya tentang penjadwalan kegiatan koas fakultas kedokteran, karena mungkin berbeda umur. Yang satu mahasiswa, memang dia (Luthfi) mempunyai kewenangan beban dari kampusnya. Kebetulan, LD juga mengikuti proses yang sama. Mungkin dari LD ada beban terlalu berat, ada sesuatu yang tidak diperlakukan sama. Ada yang namanya tingkat stres anak-anak ini kan beda. Jadi kita harus sikapi dengan bijak tanpa berlebihan," ungkapnya.
Sumber: Kompas.com/Kompas.TV/Tribunnews.com