Fatwa itu diajukannya karena adanya perbedaan tafsir KPU saat PDIP memperjuangkan Harun Masiku menjadi anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia melalui PAW.
"Karena waktu proses pencalegan itu terjadi tafsir yang berbeda setelah ada judicial review, ada keputusan Mahkamah Agung Nomor 57. Kemudian DPP mengirim surat tentang penetapan caleg, kemudian KPU menanggapi berbeda," jelas Yasonna.
Sebagai informasi, Riezky merupakan caleg DPR terpilih pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal sebelum pencoblosan.
Dalam Pileg 2019 di Dapil Sumsel I, Riezky meraih suara terbanyak kedua setelah Nazarudin.
Sehingga KPU, dengan merujuk UU Pemilu, menetapkan Riezky sebagai caleg DPR terpilih.
Namun, PDIP kemudian lebih menginginkan Harun yang ditetapkan sebagai caleg DPR terpilih.
Padahal, suara yang diperoleh Harun hanya menempati posisi keenam.
Yasonna melanjutkan, permintaan fatwa itu kemudian dibalas oleh MA.
Hingga akhirnya, Harun terpilih melalui proses PAW.
Baca juga: Demo Tangkap Harun Masiku Berujung Anarkis, Gedung KPK Ditulisi Kandang Babi
"Mahkamah Agung membalas fatwa tersebut sesuai dengan pertimbangan hukum. Supaya ada pertimbangan hukum tentang diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih," ungkapnya.
Selain itu, Yasonna juga dicecar penyidik soal data perlintasan Harun Masiku.
Diketahui, Harun ditetapkan sebagai tersangka saat Yasonna menjabat Menkumham.
"Yang kedua ya adalah kapasitas saya sebagai menteri saya menyerahkan tentang perlintasan Harun Masiku. Itu saja," ujar dia.
Yasonna mengaku tak ditanya soal posisi Harun saat ini.
Namun, dari data yang diserahkannya, sempat terjadi perlintasan Harun Masiku sebelum dicegah ke luar negeri.
"Kan itu dia (Harun Masiku), masuk tanggal 6 (Januari 2020) keluar tanggal 7 (Januari 2020), dan baru belakangan keluar pencekalan," ucap Yasonna. (*)