Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto akhir ya buka suara atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi RI (KPK).
Secara tegas Hasto menyatakan kalau dirinya bersama dengan PDIP akan menghormati apa yang menjadi ketetapan hukum yang diterapkan.
"Maka sikap dari PDI-Perjuangan adalah menghormati keputusan dari KPK. Kami adalah warga negara yang taat hukum. PDI Perjuangan adalah partai yang menjunjung tinggi supremasi hukum," kata Hasto dalam keterangan videonya, Kamis (26/12/2024).
Meski begitu, Hasto mengaku dirinya memang sudah mengetahui apa yang menjadi resikonya ketika mulai menyuarakan soal penegakan demokrasi.
Kata Hasto, semenjak dirinya mulai menyuarakan soal tegaknya demokrasi dan upaya agar hukum tidak dikebiri dia sudah mengetahui bakal ada resiko yang saat ini dihadapi.
"Saya sudah memahami berbagai risiko-risiko yang akan saya hadapi," kata dia.
Meski begitu, Hasto mengaku akan memegang teguh apa yang menjadi prinsip dari Presiden pertama RI Soekarno atau Bung Karno dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Kata dia, pada masa tersebut banyak upaya dari pemuda dan rakyat Indonesia yang dibungkam di masa pemerintahan Belanda.
"Untuk itu kami tidak akan pernah menyerah. Baik mau digunakan suatu proses intimidasi secara formal, maupun dengan cara-cara di luar formal sekalipun, kami sudah menyiapkan risiko-risiko terburuk," kata dia.
Bahkan dirinya menyinggung kalau, dalam masa tersebut, Bung Karno pernah menyiratkan kalau dalam pengorbanan mendapatkan cita-cita demokrasi tak masalah jika harus masuk penjara.
Oleh karenanya, dirinya berpesan kepada seluruh kader PDIP untuk tidak perlu takut dalam menegakan kebenaran demi Demokrasi.
"Karena sebagaimana dilakukan oleh Bung Karno, masuk penjara adalah bagian dari pengorbanan cita-cita," kata dia.
"Untuk itu jangan pernah takut menyuarakan kebenaran. Kita jaga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan," tandas Hasto.
Alasan Ditetapkan Tersangka
Sebagai informasi, pada Selasa (24/12/2024), KPK menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI-P Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.
Dia menjadi tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap yang menjerat eks calon anggota legislatif (caleg) PDIP sekaligus buronan KPK Harun Masiku.
Hasto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor Sprin. Dik/ -153 /DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024.
Hasto dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Selain terjerat pasal suap dalam perkara eks caleg PDIP Harun Masiku, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto juga dijerat dengan pasal perintangan penyidikan.
Berdasarkan informasi, Hasto dijerat dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebenarnya pada 2020 lalu
Sementara itu, Mantan Penyidik KPK Novel Baswedan mengungkap bahwasanya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sudah diusulkan menjadi tersangka pada tahun 2020 silam.
Namun pimpinan KPK saat itu yang dinakhodai Firli Bahuri enggan mentersangkakan Hasto Kristiyanto.
Sebabnya karena Firli Bahuri dan pimpinan KPK lainnya ingin lebih dulu menangkap eks caleg PDIP Harun Masiku.
"Seingat saya bahwa sejak awal tahun 2020 waktu OTT sudah diusulkan oleh penyidik untuk Hasto berdasarkan bukti-bukti bisa menjadi tersangka. Tetapi saat itu pimpinan KPK tidak mau dan meminta Harun Masiku tertangkap dulu," kata Novel dalam keterangannya, Kamis (26/12/2024).
Akan tetapi, menurut Novel, Firli Bahuri cs kemudian tidak melakukan kewajibannya yakni menangkap Harun Masiku.
"Menurut saya semua kasus mesti diproses apa adanya karena ketika tidak diproses dengan apa adanya oleh pimpinan KPK sebelumnya, maka yang terjadi seperti sekarang yaitu menjadi persepsi seolah ada kepentingan politik," katanya.
PDIP Bilang Mengada-ada
Juru bicara PDIP Mohamad Guntur Romli menilai pernyataan Ketua KPK Setyo Budiyanto terkait penetapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka justru semakin memperkuat dugaan adanya kriminalisasi dan politisasi dalam kasus Harun Masiku.
Menurut Guntur, alasan yang disampaikan Setyo terkait Hasto Kristiyanto yang menempatkan Harun Masiku (HM) sebagai caleg di Sumsel padahal Harun Masiku orang Toraja tidak berdasar.
"Ini alasan yang jelas mengada-ada, bahkan ngawur sengawur-ngawurnya," kata Guntur Romli dalam keterangannya Kamis (26/12/2024).
Guntur menegaskan tidak ada aturan yang mengharuskan seorang caleg ditempatkan berdasarkan suku atau asal daerahnya.
Sehingga, dia menyebut pernyataan Setyo sangat memaksakan bahwa itu seolah sebagai bukti politisisasi.
"Maka semakin kuat dugaan kriminalisasi dan politisasi kasus ini, atau yang kami sebut pemidanaan yang dipaksakan," ujarnya.
Guntur Romli mencontohkan soal calon anggota legislatif dari berbagai partai yang berasal dari daerah berbeda dengan tempat mereka mencalonkan diri.
Misalnya Adian Napitupulu yang berasal dari Batak namun menjadi caleg di Bogor, Fadli Zon dari Minang yang mencalonkan diri di Bogor.
Hingga Deddy Sitorus yang berasal dari Batak dan menjadi caleg di Kalimantan Utara.
Guntur mengatakan penempatan caleg di semua partai merupakan keputusan DPP partai yang dibuktikan dengan surat yang ditantangani Ketua Umum dan Sekjen DPP, tidak bisa sepihak berdasarkan keputusan Sekjen apalagi pribadi.
"Ini baru bukti yang pertama, sudah mengada-ada yang makin memperjelas dugaan kriminalisasi terhadap Sekjen PDI Perjuangan," ujarnya.