Kedua, bukti petunjuk yakni pemberitaan berbagai media massa, termasuk daring terkait berbagai permasalahan aplikasi Coretax.
"Hasil-hasil capture tangkapan layar aplikasi coretax error dan kendala-kendala terkait penggunaan aplikasi coretax yang telah dilaporkan oleh wajib pajak yang kepada IWPI,” ujarnya.
Bukti ketiga dan keempat yang telah dipersiapkan IWPI adalah saksi dan juga ahli jika KPK memerlukannya.
"Jadi sebenarnya sudah ada empat alat bukti dan bisa digunakan," katanya.
Rinto menjelaskan, indikasi korupsi muncul dari tidak berfungsinya berbagai fitur dalam aplikasi senilai lebih Rp1,3 triliun yang diluncurkan oleh Presiden Prabowo pada 31 Desember 2024 dan mulai digunakan pada 1 Januari 2025 tersebut.
Persoalan ini kian bertambah setelah Dirjen Pajak menerbitkan Keputusan Nomor 24 Tahun 2025 menyatakan aplikasi Coretax ini bermasalah.
Menurut Rinto, ini sangat janggal karena Coretax diciptakan dengan sangat canggih dan biayanya sangat mahal.
Terlebih, wajib pajak besar malah justru diperbolehkan ke sistem pajak lama.
“Yang kita laporkan sekarang ini adalah Dirjen Pajak,” ucapnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta maaf kepada wajib pajak atas pengertian dan masukan yang diberikan selama masa transisi ini.
"Saya mengucapkan maaf dan terima kasih atas pengertian dan masukan yang diberikan selama masa transisi ini," ucap Menkeu seperti dikutip dari laman kemenkeu.go.id.
Menkeu menyatakan, dalam pelaksanaan dan implementasi Coretax sebagai sistem perpajakan yang baru, tidak dapat dipungkiri masih ada kendala yang terjadi.
Sri Mulyani bilang bahwa tantangan yang harus dihadapi itu merupakan bagian dari perjalanan membangun sistem perpajakan yang lebih terintegrasi, efisien dan dan akuntabel.