Kemudian, perbaikan pengaturan hak korban, terutama hak korban (pelapor) untuk mengajukan keberatan ketika laporannya tidak ditindaklanjuti.
"Hak korban untuk memperoleh informasi dan dilibatkan secara aktif dalam peradilan pidana, serta hak korban untuk memperoleh ganti rugi dan pemulihan secara utuh atas kerugian yang dialami dari tindak pidana (restitusi, kompensasi, dan dana bantuan korban)," ujarnya.
Diketahui Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP berisi 17 organisasi.
Di antaranya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, PBHI Nasional, Kontras dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).
Kemudian Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (BEM FH UI), LBH Masyarakat serta Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
Sebelumnya Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman mengatakan pihaknya akan segera membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) dalam masa sidang ini.
Habiburokhman menyebut, penyusunan draft dan naskah akademik KUHAP ditargetkan rampung dalam masa sidang ini untuk kemudian dibahas sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) inisiatif DPR pada masa sidang berikutnya.
"Kami menargetkan KUHAP yang baru bisa berlaku bersama dengan berlakunya KUHP pada tanggal 1 Januari 2026," kata Habiburokhman pada Rabu (22/1/2025).
Dia mengatakan, semangat politik hukum dalam KUHAP harus sejalan dengan politik hukum yang terkandung dalam KUHP.
Habiburokhman menegaskan bahwa KUHP baru mengusung spirit revolusioner dengan menekankan asas restoratif dan keadilan substantif.
"Sebagaimana kita ketahui bahwa KUHP yang baru mengandung spirit perbaikan yang revolusioner, dimana kita mengedepankan asas restoratif dan keadilan substantif. Karenanya KUHAP juga harus mengandung nilai-nilai yang sama," ujarnya.
Dalam proses penyusunan, Komisi III juga akan menyerap masukan dari masyarakat. Salah satu usulan yang banyak diterima adalah terkait reformasi mekanisme penahanan.
"Jadi tidak gampang bagi penyidik untuk menahan orang. Diusulkan ada semacam mekanisme praperadilan aktif, di mana semua perkara harus diperiksa dahulu oleh hakim praperadilan untuk selanjutnya diputuskan apakah bisa dilakukan penahanan atau tidak," tegas Habiburokhman.
Selain itu, kata dia, terdapat usulan agar hak-hak tersangka mencakup hak untuk tidak disiksa, hak mendapatkan pendampingan hukum, hingga hak memperoleh perawatan kesehatan selama proses hukum berlangsung.
"Kami akan melibatkan sebanyak mungkin elemen masyarakat dalam penyerapan aspirasi terkait penyusunan RUU KUHAP ini," ucap Habiburokhman.