News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Kubu Hasto Kristiyanto Ungkap Imajinatif Penyidik KPK Tetapkan Sekjen PDIP Jadi Tersangka

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SIDANG PRAPERADILAN HASTO - Kuasa hukum Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis (kiri), Ronny Talapessy (tengah) dan Maqdir Ismail (kanan) mengikuti sidang perdana praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (5/2/2025). Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menggugat KPK melalui praperadilan terkait penetapan status tersangka baginya dalam kasus dugaan suap tersangka Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasihat Hukum Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto memberikan tanggapan resmi atas substansi jawaban pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan. 

Dimana, diduga ditemukan sejumlah poin yang menunjukkan kesewenang-wenangan penyidik KPK dalam proses penersangkaan Hasto Kristiyanto.

Kuasa hukum atas nama Todung Mulya Lubis, Maqdir Ismail, Ronny Talapessy, dan Alvon Kurnia Palma, mengeluarkan pernyataan tersebut pada Sabtu (8/2/2025).

“Jawaban KPK dan fakta persidangan mengkonfirmasi terjadinya sejumlah pelanggaran Hukum dalam pada proses penyidikan KPK,” ungkap Todung Mulya Lubis mewakili Kuasa Hukum.

Dia menyebutkan, KPK telah menyampaikan jawaban atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh Hasto Kristiyanto.

Dan pihaknya menemukan sejumlah ketidakkonsistenan sekaligus mempertegas adanya pelanggaran hukum yang dilakukan KPK dalam melaksanakan Penyidikan dan penetapan kliennya sebagai tersangka.

Todung pun memberi sebuah contoh, KPK memberikan uraian pokok perkara berisi tuduhan yang dibangun dengan cerita imajinatif tanpa dasar bukti yang kuat. Pada halaman 12 sampai dengan 17, KPK menguraikan sejumlah tuduhan tentang peran dan keterlibatan Hasto. 

KPK menyebutkan Hasto Kristiyanto memerintahkan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah di kantor DPP PDIP dan mengatakan ‘tolong kawal surat DPP PDI Perjuangan yang keluar berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI, amankan keputusan partai’.

“Hal ini jelas bukanlah perbuatan melawan hukum, justru posisi Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDIP memiliki tugas untuk memastikan surat DPP PDIP yang dibuat berdasarkan Putusan Mahkamah Agung agar ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku,” terang Todung. 

Kata Todung, KPK seolah-olah memframing bahwa perintah ini adalah bagian dari rangkaian suap yang dilakukan untuk meloloskan Harun Masiku. 

“Padahal justru sesungguhnya Klien Kami sebagai petugas partai sedang memperjuangkan hak dan kewenangan partai yang dijamin oleh Putusan Mahkamah Agung dan bahkan ditegaskan oleh Fatwa MA,” terang Todung.

Selain itu, lanjut Todung, KPK membangun tuduhan berdasarkan imajinasi dan bukan berdasarkan bukti bahwa seolah-olah Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah melaporkan pada Hasto Kristiyanto terkait kesepakatan dengan Harun Masiku tentang dana operasional ke KPU, dan hal tersebut dipersilakan oleh Hasto. 

KPK juga meneruskan cerita dengan menguraikan seolah-olah Hasto mempersilakan dan menyanggupi untuk menalangi dana operasional ke KPU, dan rangkaian cerita lainnya sebagaimana tertuang pada poin 6 di halaman 13-16.

Todung mengupas bahwa uraian cerita KPK di atas diduga sebagai upaya menyudutkan Hasto Kristiyanto. 

Padahal KPK mestinya menyadari, cerita tersebut adalah konstruksi perkara yang dibangun oleh KPK pada tahap Penyelidikan dan Penyidikan awal perkara ini.

Hal tersebut terlihat dari bukti-bukti yang digunakan sebagai dasar, yaitu: BAP 8 orang saksi yang dilakukan pada tanggal 8 Januari 2020, dan bukti-bukti lain yang didapatkan pada sekitar bulan Januari 2020 tersebut.

Sementara itu, cerita dan konstruksi perkara versi KPK tersebut telah diuji di persidangan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan hasilnya telah dituangkan pada Putusan dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio dan Saeful Bahri.

Pada pokoknya, tegas dia, ternyata hasil pengujian tersebut menegaskan bahwa konstruksi perkara KPK terkait tuduhan terhadap Hasto Kristiyanto tersebut mentah dan tidak terbukti.

Berdasarkan hasil eksaminasi sejumlah ahli hukum yang telah dilakukan justru pada putusan tersebut tidak pernah disebutkan Hasto Kristiyanto sebagai pelaku yang bersama-sama dalam perkara ini.

“Menjadi pertanyaan, apa maksud KPK kembali menguraikan cerita lama yang sudah tidak terbukti di pengadilan dalam proses praperadilan ini? Bukti yang digunakan pun adalah bukti-bukti lama di bulan Januari 2020,” kata Todung.

“Seharusnya KPK mematuhi putusan pengadilan dan tidak bersikeras memaksakan cerita yang ternyata tidak didukung bukti yang kuat tersebut.”
 
“Oleh karena itulah, Kami menyebut konstruksi perkara KPK tersebut sebagai cerita yang disusun berdasarkan imajinasi yang gagal Penyidik KPK,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri disebut ogah menetapkan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus suap pengganti antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku pada tahun 2020 lalu.

Bahkan pada saat itu Firli diketahui juga mengganti Satgas Penyidikan yang saat itu merekomendasikan agar Hasto ditetapkan sebagai tersangka.

Adapun hal itu diungkapkan Tim Biro Hukum KPK saat menanggapi permohonan praperadilan yang diajukan Hasto terkait penetapan tersangka kasus suap Harun Masiku di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2025).

Mulanya, Biro Hukum mengungkapkan, tim penyidik KPK menggelar rapat ekspose perkara bersama para pimpinan KPK yang saat itu dipimpin oleh Firli Bahuri terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan struktural penindakan.

Digelarnya ekspose ini setelah sebelumnya tim penyidik KPK gagal melakukan OTT terhadap Hasto dan Harun di PTIK serta gagal melakukan penggeledahan hingga penyegelan ruangan di Kantor DPP PDI-P karena dihalangi petugas keamanan.

"Bahwa dalam forum rapat ekspose, tim KPK yang melaksanakan sudah memaparkan rangkaian peristiwa secara runut dan termasuk peran pemohon (Hasto) dalam konstruksi perkara tersebut," ucap Biro Hukum KPK di ruang sidang.

Akan tetapi, meski telah dijelaskan secara rinci, pimpinan KPK saat itu disebut Biro Hukum belum menyepakati untuk menaikkan status Hasto sebagai tersangka.

"Pimpinan saat itu belum menyepakati menaikkan status pemohon sebagai tersangka karena menunggu perkembangan hasil penyidikan," ungkapnya.

Tak berhenti disitu, kemudian pimpinan KPK kala itu lanjut Biro Hukum juga sampai mengganti orang-orang yang berada di Satgas Penyidikan yang menangani perkara Harun Masiku dengan Satgas Penyidikan lainnya.

Satgas Penyidikan yang baru kemudian kembali menggelar ekspose perkara namun hanya menetapkan empat orang sebagai tersangka kecuali Hasto.

"Yaitu tersangka pemberi suap Harun Masiku bersama-sama dengan Saeful Bahri. Sedangkan tersangka penerima suap adalah Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU (Komisi Pemilihan Umum) bersama-sama dengan Agustiani Tip Fridelina," jelasnya.

Baca juga: Kubu Hasto Sebut Penyidik KPK Diduga Langgar Hukum dalam Kasus Sekjen PDIP

"Bahwa dalam hal ini Harun Masiku masih belum bisa diamankan karena melarikan diri," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini