Polisi Salah Tangkap

Polri Diminta Sanksi Oknum Anggotanya Diduga Intimidasi Pencari Bekicot Agar Ngaku Lakukan Pencurian

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TINDAK TEGAS-Pakar hukum pidana dan juga Founder Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) Boris Tampubolon. Ia meminta polri secara institusi harus meminta maaf kepada korban salah tangkap Kusyanto untuk memulihkan nama baik korban, Minggu (9/3/2025).
TINDAK TEGAS-Pakar hukum pidana dan juga Founder Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) Boris Tampubolon. Ia meminta polri secara institusi harus meminta maaf kepada korban salah tangkap Kusyanto untuk memulihkan nama baik korban, Minggu (9/3/2025).

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri diminta menindak tegas oknum anggotanya yang diduga mengintimidasi pencari bekicot agar mengaku melakukan pencurian.

Hal tersebut disampaikan Pakar Hukum Pidana, Boris Tampubolon, menyikapi viral video aksi salah tangkap terhadap Kusyanto (38) pencari bekicot asal Desa Dimoro, Toroh, Grobogan, Jawa Tengah.

Kusyanto dituduh mencuri pompa air dan diperkusi sejumalah orang termasuk oknum polisi, meski akhirnya terbukti tidak bersalah.

"Saya sangat prihatin dan menyesalkan perbuatan oknum polisi dari Polsek Geyer tersebut," papar Boris dikutip, Minggu (9/3/2025).

Menurutnya, perbuatan oknum polisi yang melakukan intimidasi untuk mendapatkan pengakuan dalam video tersebut sangat tidak profesional dan jelas telah melanggar hukum. 

Ia menyebut polisi seharusnya menjalankan tugas dengan profesional, sesuai prosedur hukum dan menghormati hak asasi manusia. 

Hal ini dinyatakan tegas dalam Pasal 5 huruf c Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri (Perkap 7/2022) bahwa Polisi wajib menjalankan tugas, wewenang dan tanggungjawab secara profesional, proporsional, dan prosedural. 

Dan Pasal 7 huruf a Perkap 7/2022 juga menyatakan, Polisi wajib menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia.

"Polisi tidak boleh melakukan perbuatan-perbuatan intimidasi kepada siapapun untuk mengejar pengakuan," ucapnya.

Boris menyebut hal ini jelas diatur dalam Perkap Pasal 10 ayat 2 huruf e Perkap No. 7/2022.

"Intinya menyatakan polisi dilarang melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa, intimidasi dan atau kekerasan untuk mendapatkan pengakuan," paparnya.

Lebih lanjut Boris mengatakan kalau dalam Pasal 13 ayat 1 huruf a Perkap 8 tahun 2009 tentang Implementasi HAM bahwa polisi dilarang melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan.

"Bila perbuatan Oknum polisi sebagaimana diberitakan ini benar adanya. Maka ini jelas sangat merugikan dan mencoreng nama baik Polri. Hemat saya, Polri harus segera memproses oknum yang bersangkutan dan diberikan sanksi," paparnya.

Menurutnya, polri juga secara institusi harus meminta maaf kepada korban salah tangkap tersebut untuk memulihkan nama baik korban. 

"Bila perlu, Polri harus mengambil langkah-langkah pemulihan lainnya baik dari pemulihan traumanya ataupun ganti kerugian secara materi kepada korban," ujar Founder Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) itu.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini