Diandra Mengko Soroti Revisi UU TNI, Termasuk Soal Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

REVISI UU TNI - Diskusi bertajuk Memperluas Kewenangan Vs Memperkuat Pengawasan (Kritik RUU Kejaksaan, RUU Polri dan RUU TNI). Diskusi ini dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada 13 Maret 2025.
REVISI UU TNI - Diskusi bertajuk Memperluas Kewenangan Vs Memperkuat Pengawasan (Kritik RUU Kejaksaan, RUU Polri dan RUU TNI). Diskusi ini dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada 13 Maret 2025.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Diandra Mengko, menyoroti beberapa poin penting dalam revisi UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. 

Diandra menyampaikan setidaknya ada empat aspek utama yang perlu dipertimbangkan dengan cermat agar revisi tersebut tidak berdampak negatif terhadap struktur dan fungsi TNI.

Pertama, terkait perubahan kedudukan TNI dalam kaitannya dengan Kementerian Pertahanan.

Pada revisi ini, menurutnya, berpotensi mengubah dinamika hubungan antara TNI dan Kemhan yang selama ini berperan sebagai institusi sipil yang mengawasi dan mengkoordinasikan kebijakan pertahanan. 

"Revisi ini berpotensi mengubah hubungan antara TNI dan Kemhan, yang bisa memengaruhi struktur pertahanan negara secara keseluruhan," kata Diandra, dalam keterangannya Jumat (14/3/2025).

Kedua, perubahan skema Inisiasi Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Diandra juga mengkritisi perubahan yang diusulkan terkait skema inisiasi operasi militer selain perang (OMSP) dan penambahan jumlah jenis OMSP dari 14 menjadi 17 (Pasal 7). 

Dia menilai bahwa penambahan ini dapat memecah konsentrasi TNI dalam melaksanakan tugasnya. 

"Pelibatan militer yang berlebihan dalam OMSP akan berisiko menyebabkan intervensi terhadap ranah sipil. Seharusnya, RUU ini harus memperjelas dan mempertegas antara tugas pokok dan tugas pembantuan serta mengatur kaidah-kaidah yang jelas dalam melakukan OMSP," ujar Diandra.

Ketiga yakni perluasan jabatan sipil bagi Prajurit Aktif TNI.

Diandra mengkritisi perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif TNI dari 10 kementerian/lembaga (K/L) menjadi 15 K/L (Pasal 47). 

Perubahan ini, menurutnya, dapat menimbulkan tumpang tindih peran antara militer dan sipil, serta berisiko bertentangan dengan prinsip reformasi TNI yang menegaskan bahwa militer seharusnya tidak terlibat dalam urusan sipil dan pemerintahan di luar bidang pertahanan. 

"Semakin banyak posisi strategis di lembaga sipil yang dapat diisi oleh perwira TNI aktif, ini berpotensi menimbulkan ketidakjelasan dalam pembagian peran antara militer dan sipil," ucapnya.

Keempat, perpanjangan batas usia pensiun prajurit aktif.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini