Revisi UU TNI

Pasal-pasal Revisi UU TNI yang Berpotensi Kembalikan Dominasi Militer Menurut YLBHI

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KHAWATIRKAN DWIFUNGSI ABRI - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur. YLBHI menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dinilai akan menghidupkan kembali praktik dwifungsi ABRI seperti terjadi di masa Orde Baru.
KHAWATIRKAN DWIFUNGSI ABRI - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur. YLBHI menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dinilai akan menghidupkan kembali praktik dwifungsi ABRI seperti terjadi di masa Orde Baru.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dinilai akan menghidupkan kembali praktik dwifungsi ABRI seperti terjadi di masa Orde Baru.

"YLBHI dengan tegas menolak revisi UU TNI yang akan melegitimasi praktik dwifungsi ABRI dan membawa Indonesia ke rezim Neo Orde Baru," kata Ketua YLBHI, Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis, Minggu (16/3/2025).

YLBHI menilai revisi ini bertentangan dengan agenda reformasi yang menegaskan TNI harus tetap profesional sebagai alat pertahanan negara, bukan terlibat dalam urusan politik, ekonomi, dan hukum.

Dalam draf revisi, terdapat sejumlah pasal yang dianggap bermasalah karena berpotensi mengembalikan dominasi militer dalam kehidupan sipil. Setidaknya ada empat poin utama yang menjadi perhatian YLBHI.

1. Memperpanjang Masa Pensiun, Menambah Penumpukan Perwira Non-Job, dan Penempatan Ilegal Perwira Aktif di Jabatan Sipil

Draf revisi Pasal 71 mengusulkan perpanjangan usia pensiun perwira TNI hingga 62 tahun.

Menurut YLBHI, hal ini berisiko menambah jumlah perwira non-job, yang dalam praktiknya sering kali dimobilisasi ke lembaga negara dan BUMN.

Akibatnya, profesionalitas dan efektivitas lembaga-lembaga tersebut terganggu.

Isnur menjelaskan, Ombudsman mencatat pada tahun 2020 terdapat 564 komisaris BUMN yang terindikasi rangkap jabatan.

Di antaranya 27 anggota TNI aktif dan 13 anggota Polri aktif. Tren ini berlanjut dengan penunjukan Mayjen Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Bulog serta perwira aktif lainnya di PT PINDAD, PTDI, dan PT PAL, yang bertentangan dengan UU TNI No. 34 Tahun 2004.

2. Perluasan Jabatan Sipil bagi Perwira TNI Aktif, Mengancam Supremasi Sipil, Profesionalisme, dan Independensi TNI

Draf Pasal 47 memperbolehkan perwira aktif menduduki jabatan di setidaknya 13 kementerian dan lembaga negara, termasuk Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.

Baca juga: Bahas Revisi UU TNI Diam-diam di Hotel Mewah, Pengamat: DPR Nggak Peka!

Padahal, sebelumnya aturan hanya memperbolehkan perwira aktif mengisi jabatan sipil di 10 lembaga yang relevan atau telah pensiun atau mengundurkan diri.

Meluasnya peran TNI di luar tugas pertahanan dinilai berisiko menghidupkan kembali dwifungsi ABRI dan melemahkan supremasi sipil.

"Hal ini sangat beresiko, mengingat tidak adanya mekanisme pengawasan dalam peradilan militer TNI terhadap kewenangan tersebut."

Baca juga: Usai Geruduk Rapat Revisi UU TNI, Aktivis KontraS Terima Telepon Tak Dikenal, Kantor Diduga Diteror

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini