TRIBUNNEWS.COM -- Sempat mencapai harga tertinggi sepanjang masa, harga bitcoin kini masih berada di bawah US$ 60.000 pada Kamis (18/11/2021).
Bitcoin turun 13 persen dari level tertinggi beberapa hari lalu yaitu US$ 69.000.
Harga Bitcoin berdasarkan data CoinDesk pada Kamis (18/11) pukul 13.45 WIB ada di US$ 59.772,32, naik tipis 0,31% dibanding posisi 24 jam sebelumnya.
“Penurunan tampaknya terkait dengan leverage yang berlebihan dalam sistem yang dihapus,” kata Jan Wuestenfeld, Analis CryptoQuant, seperti dikutip Kontan dari CoinDesk.
"Selama fundamental on-chain tidak berubah pada koreksi harga ini, prospek jangka menengah tetap bullish," ujarnya.
Baca juga: Harga Bitcoin Jatuh ke 60.000 dolar AS, 2 Sentimen Ini Bakal Jadi Pendorong
Kenaikan tingkat pendanaan Bitcoin baru-baru ini menunjukkan selera yang lebih besar untuk leverage di antara para trader, beberapa di antaranya menjadi rentan terhadap likuidasi karena harga turun.
Ketika pasar stabil di sekitar level saat ini, tingkat pendanaan telah kembali ke dekat wilayah netral, menurut Joo Kian, Analis Delphi Digital, perusahaan riset kripto.
“Sebelum ini, minat terbuka berada di level puncak untuk sebagian besar perdagangan, biasanya, menghilangkan leverage yang berlebihan itu sehat untuk pasar dalam jangka panjang,” sebut Kian, seperti dilansir CoinDesk.
Jatuh
Harga Bitcoin jatuh ke bawah US$ 60.000 pada Selasa (16/11), setelah chief financial officer (CFO) Twitter mengatakan, investasi di aset kripto seperti Bitcoin “tidak masuk akal” saat ini.
Mengacu data CoinDesk, harga Bitcoin pada Selasa (16/11) sore waktu Indonesia Barat sempat terjungkal ke US$ 58.673,84, level yang tak pernah terlihat sejak 28 Oktober lalu.
Meski begitu, harga Bitcoin cepat bangkit dengan berada di US$ 60.757,19 pada pukul 21.35 WIB. Angka ini melorot 6,76% dibanding posisi 24 jam sebelumnya.
Baca juga: Harga Bitcoin Terus Melonjak, Kini Tembus Rp 932 Juta
Bukan hanya harga Bitcoin yang merosot. Pasar kripto memerah pada Selasa (16/11). Harga Ethereum, misalnya, turun 7,78% ke posisi US$ 4.334,38 dan sempat menyentuh level US$ 4.111,09.
Dalam wawancara dengan Wall Street Journal, CFO Twitter Ned Segal mengungkapkan, menginvestasikan uang tunai ke aset kripto seperti Bitcoin “tidak masuk akal” saat ini.
Segal mengutip volatilitas harga dan kurangnya aturan akuntansi untuk aset kripto sebagai faktor penting yang menghentikan Twitter dari diversifikasi ke cryptocurrency.
Melansir CoinDesk, pernyataan Segal kemungkinan memberikan alasan bagi para trader untuk mengambil risiko, apalagi setelah dollar menguat dan ada kewajiban pelaporan pajak kripto di AS menyusul langkah Presiden Joe Biden meneken RUU Infrastruktur pada Senin (15/11).
Baca juga: Harga Bitcoin Siap-siap Tembus Rekor Tertinggi, Kini Sundul 64.000 USD
China makin keras terhadap penambangan kripto yang juga membuat harga Bitcoin dan pasar kripto memerah adalah China yang makin keras terhadap penambangan kripto.
Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China (NDRC) mengatakan pada Selasa (16/11), tahap selanjutnya dari penumpasan penambangan kripto adalah mempertimbangkan “hukuman tarif listrik”.
NDRC berencana menerapkan kebijakan tersebut untuk perusahaan yang menambang kripto tetapi hanya membayar listrik dengan tarif pelanggan rumahtangga, Meng Wei, juru bicara NDRC mengatakan, seperti dikutip China.com dan dilansir CoinDesk. (SS Kurniawan)