Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Atas invasi yang dilakukan Rusia pada Ukraina, kini beragam sanksi ekonomi mulai gencar dijatuhkan pada negara pimpinan Vladimir Putin.

Belakangan akses bank-bank milik Rusia mulai diblokir oleh SWIFT, jaringan pertukaran uang internasional.

Hal ini yang membuat perusahaan asal Rusia mulai banting setir dengan beralih menggunakan kripto sebagai alat transaksi internasional.

Baca juga: Ahli: Kripto Tak Akan Selamatkan Rusia dari Sanksi

Peluang emas ini kemudian dilirik oleh perusahaan pertukaran kripto terbesar di dunia, Binance.

Pihaknya menegaskan bahwa tidak akan memblokir semua akun investor dari Rusia, meski di tengah panasnya konflik dengan Ukraina.

“Kami memblokir akun mereka yang ada dalam daftar sanksi (jika mereka memiliki akun Binance) dan memastikan bahwa semua sanksi dipenuhi secara penuh,” kata juru bicara perusahaan.

Pernyataan tersebut dilontarkan perwakilan Binance setelah Wakil Perdana Menteri Ukraina, Mykhailo Fedorov meminta perusahaan kripto tersebut untuk memblokir seluruh alamat dompet digital pengguna dari Rusia.

Melansir dari Reuters, langkah ini diambil Binance lantaran pihaknya tak ingin mengekang kebebasan finansial seseorang dalam mengakses mata uang digital kripto.

Baca juga: UPDATE Invasi Rusia ke Ukraina, Lebih dari 20 Orang Terluka dalam Serangan di Kharkiv

Terlebih Rusia merupakan pasar utama Binance, tercatat ada lebih dari 113.000 anggota saluran Telegram berbahasa Rusia yang tergabung dalam komunitas Binance.

Bahkan jauh sebelum adanya konflik ini, Binance diketahui telah memberikan fasilitas khusus bagi masyarakat Rusia.

Dimana mereka dapat menukar serta menarik Bitcoin ke bentuk mata uang rubel Rusia, melalui sistem pembayaran Advcash.

Dengan memegang prinsip transaksi yang transparan, Binance berjanji pihaknya aka terus memberikan proritas bagi semua investor dunia tak terkecuali Rusia. Meskipun perushaaan saingannya Dmarket, telah memutuskan semua kerjasama dengan Rusia.