TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasca akusisi Tokopedia oleh Tiktok, kerugian yang dicatatkan perusahaan teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menarik perhatian ekonom.
Ekonom sekaligus pemerhati pasar modal, Yanuar Rizky, bilang pencatatan rugi non-operasional hingga Rp 80 triliun itu membuat investasi Telkom di Goto dipertanyakan.
“Karena Tiktok begitu dia mengambil Tokopedia, dia selisih positif. Dia mencatatkan Goodwill. Nah Goodwillnya kan dicatatkan negatif di Gojek yang melepas gitu. Yang positif kan Tiktok. Jadi tidak ada duitnya memang. Memang hanya Tiktok lebih besar dari Goodwill-nya,” kata Yanuar, Selasa (6/1/2024).
Baca juga: Saham GoTo Ambruk 5,23 Persen Pada Perdagangan Sesi I Rabu
Tapi yang menjadi perhatian serius Yanuar adalah perusahaan negara (BUMN) yang membenamkan investasi di GoTo. Ada uang Telkom di sana.
Investasi Telkom melalui anak usahanya Telkomsel sudah digiring sejak pra IPO GoTo.
Angan-angannya saat itu adalah Telkom atau Telkomsel ketiban untung saat ‘berkongsi’ lewat investasi yang ada pada GoTo. Tapi kenyataannya kini tidak demikian.
“Waktu Telkom via Telkomsel digiring masuk di pra-IPO Goto, skemanya adalah Perusahaan Ekosistem Digital. Itu pembenaran, setidaknya diutarakan Dirut Telkom di RDPU Panja Goto-Telkom di Komisi 6 DPR,” ujar Senior Auditor di Bursa Efek Jakarta - kini bernama Bursa Efek Indonesia (BEI).
Menurutnya, ekonomi digital yang dimaksud itu apakah membangun jaringan infrastruktur teknologi untuk mendorong rakyat masuk dalam sistem nilai tambah industri.
Menurut Yanuar, yang sangat paham betul dengan pasar modal, banyak startup atau perusahaan teknologi seperti GoTo yang ingin melantai di bursa hanya lah jualan valuasi. Yanuar meminta publik mengkritisi hal ini.
Sebab ada kontribusi perusahaan negara yang menyuntik suntik triliunan rupiah ke perusahaan masih rugi.
“Apa penjelasannya kalo gini uang BUMN malah off-side di mainan gorengan saham, bukan sebagai agent of development mengangkat masalah kemiskinan struktural rakyatnya,” kata Yanuar.
Yanuar menambahkan. kinerja perusahaan GoTo tidak tergambarkan kepada publik seutuhnya. Bisnis sesungguhnya sejak GoTo berkeinginan melantai di bursa, urai Yanuar, seakan hanyalah bisnis jualan saham, bukan berdasarkan apa yang dibaca dari keuntungan bisnis perusahaan tersebut.
“Kalau mainan valuasi, ya ini bisnisnya jualan saham dengan harga digoreng pakai aksi korporasi, bukan dari deviden keuntungan bisnisnya. Bisa kita uji inkonsistensi berpikirnya, waktu Pra IPO revaluasi Goodwill sesuai PSAK 22 dilakukan dengan merger Gojek dan Tokopedia, sehingga ada Goodwill,” kata dia.
“Karena, setelah dimerger (Gojek - Tokopedia), sekarang dilepas lagi ke Tiktok. Dan, Tiktok lah yang dalam posisi revaluasi. Jadi, investasi Tiktok karena revaluasi lah, buktinya dilusi saham GoTo di Tiktok.
Jadi, ini makin menunjukan ekonomi digital yang dimaksud, adalah bisnis jualan saham bukan membangun ekosistem (digital). Dan, posisi pemegang saham GoTo dan uang BUMN Telkom via Telkomsel beli mahal ada disini dalam posisi unsecure,” ucap Yanuar.