Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan Tokopedia terus menarik perhatian. Informasi terakhir menyebutkan karyawan terdampak berjumlah sekitar 450 orang, jauh di bawah perkiraan yang terlanjur berembus sebelumnya ke publik.
Bloomberg melaporkan pengurangan karyawan tersebut setara dengan 9 persen dari jumlah karyawan Tokopedia.
Sebelumnya e-commerce yang kini dikendalikan ByteDance, induk Tiktok itu, digosipkan akan melakukan layoff lebih dari 70% karyawan. Informasi yang tidak berdasar itu menjadi bahan pergunjingan yang ramai di platform media sosial.
Baca juga: Tokopedia Dikabarkan Bakal PHK 450 Karyawan Usai Diakuisisi TikTok, Pengamat: Tidak Dapat Dihindari
Sejumlah kalangan menilai keputusan Tokopedia tersebut wajar, sebagai implikasi dari perubahan strategi bisnis yang signifikan pascamerger Tokopedia dengan Tiktok Shop dan perubahan pengendali dari PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) ke ByteDance.
Menurut Yudo Anggoro, pengamat ekonomi dari Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) ITB, keputusan strategis perusahaan termasuk melakukan perampingan, rasionalisasi, merger dan akuisisi tentu didasarkan kepada strategi bisnis dan iklim bisnis yang sedang terjadi.
“Karena Tokopedia sekarang dimiliki Bytedance (Tiktok), maka ini juga terkait strategi bisnis Tiktok di kawasan Asia Tenggara.” kata Yudo.
Yudo menilai merger antara Tiktok Shop dan Tokopedia menjadi “Shop I Tokopedia” sebagai keputusan strategis dalam merespons perubahan lanskap di industri e-commerce Tanah Air.
Entitas hasil merger bukan hanya lebih kuat dari sisi finansial, juga semakin besar skala bisnis yang dijalankan.
Hal ini akan menambah daya saing Shop Tokopedia dalam berkompetisi dengan pemain lain yang disuplai likuiditas melimpah.
Baca juga: Tokopedia Dikabarkan Bakal PHK 450 Karyawan
“Perusahaan menempuh strategi akuisisi dan merger sebagai aksi korporasi dalam melakukan ekspansi bisnis dan mengembangkan usaha lebih lanjut sekaligus mendapatkan kekuatan yang lebih besar untuk melakukan penetrasi pasar.
Aksi ini tentu bagian dari strategi perusahaan jangka panjang dengan segala implikasinya antara lain perampingan organisasi,” katanya.
Namun yang paling penting, kata Yudo, perusahaan harus memperhatikan kompensasi kepada karyawan yang terdampak yang didasarkan pada prinsip keadilan dan sesuai dengan undang-undang.
Selain itu manajemen juga perlu melakukan pendampingan dan transisi bagi karyawan yang terdampak agar dapat menentukan arah karier ke depan setelah terkena rasionalisasi
“Ketika Pertamina mengakuisisi Blok Rokan dari Chevron atau Blok Mahakam dari Total, beberapa karyawan diberi opsi untuk bergabung dengan Pertamina atau mendapatkan golden handshake berupa kompensasi yang menarik apabila memutuskan berpisah dari perusahaannya," terangnya.
Merger dan akuisisi dalam skala besar juga pernah terjadi di industri telekomunikasi saat Indosat Ooredoo memutuskan kawin dengan Hutchison 3 Indonesia.
Kedua perusahaan ini memiliki kemiripan bisnis sehingga terjadi tumpang tindih pekerjaan di setiap lini. Maka itu, perampingan karyawan dan organisasi menjadi sesuatu yang tak terhindarkan.
Fenomena yang sama juga pernah terjadi di industri perbankan ketika CIMB dan Niaga bergabung menjadi CIMB Niaga dan merger antara OCBC dengan NISP menjadi OCBC NISP.
Kedua bank papan atas ini juga menghadapi tantangan SDM mengingat banyak fungsi kerja sejenis di kedua bank tersebut.
Jadi, PHK akibat merger dan akuisisi menurut pengamat merupakan fenomena yang lazim. Pada beberapa kasus merger bahkan tercapai happy ending karena karyawan terdampak mendapatkan kompensasi yang di atas ketentuan.