TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON -- Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan pada Rabu (18/12) untuk mendengar gugatan TikTok dan perusahaan induknya yang berbasis di Tiongkok, ByteDance, terhadap undang-undang yang memaksa penjualan aplikasi tersebut sebelum 19 Januari 2025 atau menghadapi larangan total dengan alasan keamanan nasional.
Sidang akan dimulai pada 10 Januari, meskipun permintaan darurat TikTok untuk menghentikan sementara larangan tersebut belum langsung disetujui.
Baca juga: Bos Tiktok Gelar Dialog Dengan Donald Trump, Lobi Agar Tak Didepak Dari AS
Latar Belakang Kasus
Kongres AS mengesahkan undang-undang pada April 2024, yang kemudian ditandatangani oleh Presiden Joe Biden.
Undang-undang ini menuduh TikTok sebagai ancaman besar bagi keamanan nasional karena kemampuannya mengakses data pribadi pengguna Amerika, mulai dari lokasi hingga pesan pribadi, serta kemampuannya memanipulasi konten.
TikTok, yang memiliki sekitar 170 juta pengguna di AS, membantah tuduhan ini, menyatakan bahwa platform mereka tidak memberikan ancaman langsung terhadap keamanan negara.
TikTok dan ByteDance menentang undang-undang ini, mengajukan gugatan bahwa larangan tersebut melanggar perlindungan kebebasan berbicara berdasarkan Amandemen Pertama Konstitusi AS.
Argumen TikTok
Dalam permohonannya ke Mahkamah Agung, TikTok menyatakan bahwa pelarangan aplikasi ini bertentangan dengan prinsip dasar kebebasan berbicara.
TikTok juga menegaskan bahwa jika mereka dilarang beroperasi selama sebulan saja, mereka berpotensi kehilangan sepertiga pengguna AS, yang dapat berdampak besar pada pendapatan iklan dan kemampuan mereka menarik kreator konten serta karyawan berbakat.
TikTok menuduh pemerintah AS memajukan kekhawatiran yang spekulatif, menyebut larangan tersebut sebagai langkah radikal yang bertentangan dengan tradisi AS dalam mendukung internet terbuka.
Baca juga: Nasib TikTok di Ujung Tanduk, Pengadilan Federal AS Tolak Gugatan Banding
Dukungan dan Penolakan
Senator Republik Mitch McConnell mendukung larangan tersebut, dengan menyebut TikTok sebagai ancaman serius yang sebanding dengan "kriminal keras." Sebaliknya, Presiden-terpilih Donald Trump mengambil sikap berlawanan.
Meskipun selama masa jabatan pertamanya ia berusaha melarang TikTok, kini ia menyatakan ingin "menyelamatkan TikTok." Trump mengisyaratkan bahwa ia akan meninjau ulang larangan ini setelah menjabat pada 20 Januari.
Dampak Larangan TikTok
Jika undang-undang diberlakukan, TikTok akan dilarang di toko aplikasi seperti Apple App Store dan Google Play Store, sehingga secara efektif menghentikan operasional aplikasi di AS. Selain itu, larangan ini dapat membuka jalan untuk tindakan keras terhadap aplikasi asing lainnya di masa depan.
Namun, larangan ini juga membawa risiko besar bagi ByteDance. Jika TikTok dilarang, nilai perusahaan ini akan turun drastis, yang juga berdampak pada bisnis yang bergantung pada TikTok sebagai alat pemasaran.
Kasus ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok. Pemerintahan Biden sebelumnya memberlakukan pembatasan baru pada industri chip Tiongkok, yang dibalas dengan larangan ekspor bahan logam penting seperti galium dan germanium dari Tiongkok ke AS.
TikTok kini menjadi salah satu simbol persaingan geopolitik antara dua ekonomi terbesar dunia. (Kontan)