Karena itulah, kemungkinan faktor terbesar FMI harus ditutup, agar Ford Motor Co bisa lebih 'enteng' berlari dalam memasarkan mobil-mobilnya di Indonesia.
Hal itu tanpa harus dibebani pengelolaan model APM yang memberatkan.
Lalu bagaimana caranya? Prediksi ini juga menunjukkan bagaimana Ford Motor Co cukup cerdas membaca masa depan pasar otomotif di Tanah Air.
Apalagi mulai tahun 2016 ini Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai diberlakukan.
Ada celah potensial bagi Ford Motor Co untuk terus menjalankan bisnisnya di Indonesia, namun dengan pengelolaan yang jauh lebih ringan.
Sehingga, meskipun tanpa investasi pabrik lokal, Ford bakal punya daya saing lebih (terutama harga jual) berkat pemanfaatan skema MEA.
Kedepannya, Ford Motor Co cukup menaruh perwakilan khusus di Indonesia--hanya sebagai eksekutor bisnis, dalam arti mereka tidak akan diberikan akses apapun terkait kebijakan jualan, selain menjual produk dan memberikan layanan service saja.
Semua kebijakan dan strategi yang akan dilakukan Ford di Indonesia, akan dilakukan secara 'remote' dari Thailand.
Sehingga, besar kemungkinan kedepannya Thailand bakal menjadi basis Ford di kawasan ASEAN.
Pengelolaan model remote ini tentu jauh lebih efisien dengan kondisi terakhir FMI beroperasi di Indonesia.
Penjualan setahun masih diatas 5.000 unit--alasan Ford tidak mungkin pergi dari pasar Indonesia--terbilang cukup efisien dan masuk skala ekonomis Ford dalam menjalankan bisnis di Indonesia.
Setidaknya, beban berat pengelolaan APM sudah bisa dihapuskan, sehingga 'lari' Ford di Indonesia bisa lebih enteng.
Imbasnya, produk diharapkan bisa semakin bersaing, karena Ford lebih leluasa memainkan harga jual tanpa adanya beban harus 'menghidupi' APM FMI seperti selama ini.