TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah siap memacu ekspor industri otomotif dengan harmonisasi skema Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Dalam aturan baru ini, PPnBM tidak lagi dihitung dari kapasitas mesin, namun pada emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor.
Semakin rendah emisi, semakin rendah tarif PPnBM kendaraan. Skema itu tengah dikonsultasikan oleh pemerintah pada parlemen.
“Insentif baru yang dikeluarkan pemerintah ini disederhanakan menjadi berbasis emisi," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keteranganya, Selasa (12/3/2019).
"Skema harmonisasi ini diharapkan bisa mengubah kendaraan produksi dalam negeri menjadi rendah emisi, meningkatkan investasi dan memperluas pasar ekspor,” sambungnya.
Menurut dia, dalam aturan baru, pemerintah usulkam agar prinsip pengenaan PPnBM melihat semakin rendah emisinya maka semakin rendah tarif pajaknya.
Berbeda dengan aturan sekarang yang mempertimbangkan besaran kapasitas mesin mobil.
Baca: Kemenperin Janji Dorong Pengembangan Kendaraan Rendah Emisi
Harmonisasi skema PPnBM ini sekaligus memberikan insentif produksi motor dan mobil listrik di Tanah Air, sehingga PPnBM menjadi nol persen.
Bila dalam aturan sebelumnya insentif hanya diberikan untuk kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau (KBH2), dalam aturan baru ini insentif diberikan kepada Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) atau kendaraan bermotor kategori beremisi karbon rendah.
Selain itu, kendaraan Hybrid Electric Vehicle (HEV) yang mengadopsi motor listrik dan baterai untuk peningkatan efisiensi, Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) yang dayanya dapat diisi ulang di luar maupun di luar kendaraan, dan Flexy Engine.
Airlangga mengatakan, perubahan skema PPnBM ini diproyeksikan berlaku pada tahun 2021.
Hal tersebut mempertimbangkan pada kesiapan para pelaku usaha.
Dengan menunggu tahun tersebut, pelaku usaha akan melakukan penyesuaian dan bisa memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif PPnBM yang lebih rendah.
Lalu pelaku usaha baru bisa mendapatkan kepastian berusaha.
“Kami sudah berdiskusi dengan para pelaku usaha. Mereka sudah minta waktu dua tahun untuk menyesuaikan. Pabrikan Jepang yang sudah eksisting di industri otomotif sudah siap, juga pabrikan dari Eropa,” tuturnya.
Airlangga menuturkan, pertumbuhan industri otomotif di Tanah Air sangat meyakinkan dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor industri nonmigas sebesar 9,98 persen.
Data ekspor kendaraan bermotor roda dua menunjukkan tren kenaikan sebesar 53 persen dan 44 persen pada 2016-2018.
“Kalau kita lihat dari unitnya roda empat ini produksinya 1,3 juta nilainya 13,7 miliar dolar Amerika dan ekspornya ke mancanegara 346 ribu atau 4,7 miliar dolar Amerika. Di ASEAN 297 ribu unit atau 2,3 miliar dolar Amerika,” ucapnya.