TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto telah melemparkan wacana penerapan harmonisasi Pajak Penjualan Barang Mewah ( PPnBM) dengan skema baru.
Langkah ini diambil sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing industri otomotif di pasaran dunia.
“Insentif baru yang dikeluarkan pemerintah ini disederhanakan menjadi berbasis emisi. Skema harmonisasi ini diharapkan bisa mengubah kendaraan produksi dalam negeri menjadi rendah emisi, meningkatkan investasi dan memperluas pasar ekspor,” ucap Airlangga dalam keterangannya, Selasa (12/3/2019).
Ada tiga sorotan yang ada dalam rencana ini. Selain soal pajak berdasarkan emisi, ada juga pengelompokan kendaraan menjadi di bawah 3.000 cc dan di atas 3.000 cc serta penerapan pajak nol persen untuk mobil listrik.
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia ( Gaikindo), Yohannes Nangoi mengungkapkan, apa yang menjadi wacana pemerintah ini sudah sejalan dengan keinginan pelaku industri otomotif Indonesia.
“Memang itu baru wacana karena Keputusan Menteri (Kepmen) belum turun. Tapi ini sesuai dengan apa yang pernah kita diskusikan dengan pak menteri. intinya bagaimana iklim industri otomotif kita tumbuh ya dengan insentif itu, karena sekarang mengarahnya bukan pada cc kendaraan tapi dengan emisi gas buang,” ucap Nangoi, Rabu (13/3/2019).
Nangoi menjelaskan pemberlakuan insentif emisi ini dilihat dari dampak ekonominya dapat meningkatkan potensi ekspor.
Ia mencontohkan bila selama ini Indonesia hanya jago di MPV, padahal pasar Australia yang cukup besar membutuhkan mobil sedan dan SUV.
Baca: Kebijakan PPnBM Diubah, Kemenperin Klaim Pabrikan Jepang dan Eropa sudah Siap
“Harapannya, kita bisa jadi basis produksi kendaraan lain. Caranya? Dengan insentif tadi membuat mobil lain masuk dan kemudian bisa produksi di dalam negeri. Intinya pemerataan,” ucap Nangoi.
Terkait jeda waktu yang akan diberlakukan baru pada 2021, Nangoi mengungkapkan bagi industri itu tidak masalah.
Sebab ini membantu produsen yang memiliki produk yang belum memenuhi kriteria emisi untuk segera memperbaiki produk tersebut.
Peraturan ini juga dipandang dapat membuka kompetisi yang lebih sehat bagi produsen yang ingin membawa produk ramah lingkungannya ke Indonesia.
“Saya rasa siapa saja bisa memanfaatkan peraturan ini karena ini tidak ada batasan. Baik produsen Jepang, China, Eropa semua bisa. Paling penting tidak hanya memasukkan saja, tapi juga beralih produksi ke dalam negeri,” ucap Nangoi.