Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menanggapi adanya usulan terkait akan adanya kenaikan tarif pada angkutan umum.
Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan penyesuaian tarif terhadap angkutan umum ini memang sangat rasional.
"Karena bila dilihat dengan hanya boleh mengangkut 70 persen kapasitas angkut, maka 30 persen sisanya menjadi pertanyaan ditanggung siapa," kata Tulus melalui video singkat, Selasa (16/6/2020).
Tulus mengatakan, kurangnya kapasitas 30 persen dalam angkutan umum tidak diketahui akan ditanggung oleh konsumen, operator atau regulator.
"Apabila diputuskan bahwa tarif angkutan umum ini akan naik, maka keputusan ini tidak popupler. Sebab, saat ini daya beli konsumen juga mengalami penurunan," ujar Tulus.
Keputusan menaikan tarif angkutan umum, menurut Tulus, akan membuat konsumen tidak tertarik berpergian menggunakan angkutan umum.
Baca: Viral Video Scoopy Adu Kambing dengan NMAX Saat Cornering, Diyakini Terjadi di Bali
"Kemudian ditambah dengan plus dan mines angkutan umum, yang dinilai dapat menjadi media penyebaran Covid-19 dan membuat konsumen tertular," ucap Tulus.
Ia menyarankan, agar pemerintah mengambil langkah memberikan subsisi kepada angkutan umum agar tidak naik tarif.
Baca: Pandemi Covid-19 Bikin Harga Mobil Bekas Anjlok, Ini Ragam Pilihan Mobkas Harga Rp 70 Jutaan
"Meskipun akan dinaikan, sebisa mungkin kenaikan tarif angkutan ini persentasenya kecil sehingga konsumen juga bisa naik angkutan umum dengan harga yang terjangkau dan rasional," ujar Tulus.
Tulus juga mengungkapkan, bahwa di luar negeri pemerintah memberikan insentif kepada angkutan umum bahkan maskapai udara sekali pun jadi mereka tidak bangkrut.
Baca: Nissan Hadirkan Varian Baru Livina Sporty Package, Diproduksi Hanya 100 Unit di Indonesia
"Insentif ini juga membuat konsumen dapat berpergian dengan tarif normal dan rasional," ujar Tulus.
"Sekali lagi dengan kapasitas angkut 70 persen maka sisanya 30 persen harus ditanggung bersama, dan tidak mungkin di tanggung operator angkutan umum," lanjutnya.
Insentif tersebut, menurut Tulus, dapat berupa bantuan fiskal ataupun non fiskal kepada operator angkutan umum.