Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah terus mendorong berbagai upaya untuk mempercepat era kendaraan listrik di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto, mengungkap ada enam tantangan untuk mempercepat kendaraan listrik nasional.
"Peraturan Presiden terkait dengan kendaraan listrik ini ada dua. Yang pertama mengenai Perpres Rencana Umum Energi Nasional dan yang kedua Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan pemanfaatan kendaraan listrik. Di situ saya mencatat ada enam tantangan dalam kita meningkatkan pemanfaatan kendaraan listrik di Indonesia," tutur Djoko dalam diskusi daring, Senin (24/5/2021).
Tantangan pertama, masalah koordinasi dari berbagai kementerian yang terlibat dalam kedua Perpres tersebut.
Baca juga: Kini Anggota DPR Punya Pelat Nomor Kendaraan Khusus
"Harus ada beberapa standarisasi yang perlu kita buat," terang Djoko.
Tantangan kedua, dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019, mencantumkan adanya kewajiban TKDN atau Tingkat Komponen Dalam Negeri.
Baca juga: Polri: 42.307 Kendaraan Diminta Putar Balik di Lokasi Wisata
Tahun 2023, TKDN diwajibkan minimum 40 persen, kemudian sampai dengan tahun 2025 sebesar 60 persen dan 2026 ke atas itu 80 persen.
Baca juga: Damri Konversi Bus Konvensional ke Listrik
"Nah jantung dari kendaraan listrik ini adalah baterai. Kita juga sudah sepakat akan membangun pabrik baterai tahun ini di Jawa Barat nanti pada bulan Agustus. Namun kendalanya adalah kita memerlukan investasi dan waktu yang cukup, agar kita sesuai dengan target yang telah dituangkan dalam Perpres Nomor 55," kata Djoko.
Ketiga, masalah harga dan infrastruktur. Mobil listrik dinilai belum seluruhnya terjangkau oleh masyarakat yang menggunakan kendaraan low cost.
Kemudian ketersediaan infrastruktur seperti SPKLU, bengkel-bengkel yang mampu menangani perawatan kendaraan listrik, serta listrik di perumahan.
"Kalau di perumahan itu saya mendengar dan mencatat paling tidak harus 5.000-7.000 watt, itu baru bisa untuk kita ngecas mobil listrik di rumah masing-masing. Selanjutnya masalah infrastruktur dari pendukung seperti masalah komponen kendaraan listrik ini juga perlu diperhatikan," ungkapnya.
Tantangan kelima, masih diperlukannya beberapa insentif dari Kementerian Keuangan.
Keenam, infrastruktur kendaraan berbahan bakar minyak mempekerjakan banyak tenaga kerja.
"Saat ini, infrastruktur yang sudah lengkap dan sudah ada itu adalah kendaraan yang berbasis bahan bakar minyak. Di sana juga banyak tenaga kerjanya, kemudian infrastruktur dan komponen pendukungnya juga sudah siap, begitu pula dengan infrastruktur dari BBM-nya seperti kilang. Jangan lupa, transportasi untuk daerah 3T, infrastruktur kendaraan bahan bakar minyak ini sudah memadai," ucap Djoko.
Yang terakhir adalah budaya masyarakat masyarakat yang sudah nyaman dengan kendaraan BBM.
"Mereka banyak bertanya mengenai harga daripada pasca jual kendaraan atau harga second-nya seperti apa dan sebagainya. Itu merupakan tantangan tersendiri untuk kita mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa kendaraan listrik ini lebih efisien lebih murah dari segi biaya operasional sehari-hari," jelasnya.