TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah membuka peluang memberlakukan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil murah ramah lingkungan alias Low Cost Green Car (LCGC) yang dijual di Indonesia.
Selama ini, sejak kelahirannya mobil LCGC mendapat keistimewaan.
Mobil jenis ini dibebaskan dari PPnBM berkat keberadaan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 33/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau.
Kemudian, melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 73/2019, mobil LCGC dikenakan tarif pajak sebesar 15 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar 20% dari harga jual.
Dengan demikian, mobil LCGC terkena PPnBM sebesar 3 persen.
Aturan tersebut berlaku dua tahun sejak diterbitkan, hingga pada akhirnya pemerintah merilis PP No 74/2021 tentang perubahan atas PP No 73/2021.
Namun, di aturan yang berlaku 16 Oktober 2021 tersebut, tidak terjadi perubahan poin dalam pasal terkait pengenaan PPnBM untuk mobil LCGC.
Baca juga: Pajak LCGC Mengalami Penyesuaian, Harga Agya dan Calya Bakal Naik?
PP No 74/2021 ini tampak belum diimplementasikan, mengingat pada saat yang sama pemerintah masih memberlakukan perpanjangan insentif PPnBM 100% sektor otomotif sampai akhir tahun 2021.
Jika mengacu pada Keputusan Menteri Perindustrian (Kepmenperin) Nomor 1737 Tahun 2021, terdapat 36 tipe mobil yang mendapat insentif PPnBM 100 persen sampai akhir tahun ini.
Baca juga: Siap-siap, Mulai Oktober Harga Mobil LCGC Bakal Kena PPnBM 3 Persen
Termasuk di dalamnya sejumlah mobil LCGC seperti Toyota Agya, Toyota Cayla, Daihatsu Ayla, Daihatsu Sigra, dan Honda Brio Satya.
Untuk Suzuki Karimun Wagon R tidak memperoleh fasilitas insentif ini mengingat produksi mobil tersebut untuk pasar dalam negeri telah dihentikan.
Suzuki akan lebih fokus pada pengembangan elektrifikasi mobil dengan teknologi hybrid yang terjangkau bagi masyarakat.
Layak Dipajaki karena Menyimpang
Pengamat otomotif Bebin Djuana menilai, saat ini konsep produk mobil LCGC sudah sangat menyimpang dari tujuan awalnya.
Yaitu sebagai mobil dengan harga terjangkau atau tidak lebih dari Rp 100 juta, tingkat emisi yang rendah, dan irit dalam penggunaan bahan bakar.
“Sekarang semua mobil LCGC harganya di atas Rp 100 juta. Saya juga tidak menemukan bukti kuat bahwa mobil ini benar-benar rendah emisi," kata dia, Kamis (16/12/2021).
Baca juga: Daimler Segera Luncurkan Truk Axor Euro 4 Berteknologi SCR di Indonesia, Ini Lima Keunggulannya
Menurutnya, ini ironis lantaran pemerintah sudah bertahun-tahun mengorbankan PPnBM untuk LCGC hanya supaya mobil ini harganya terjangkau.
Dia mengatakan, ada beberapa penyebab tren kenaikan harga mobil LCGC yang dilakukan oleh para Agen Pemegang Merek (APM) dalam beberapa tahun terakhir.
Baca juga: Bus Listrik Mercedes-Benz Siap Diuji Coba di Indonesia Tahun Depan, Siap Diproduksi di 2023
Salah satunya adalah penambahan beberapa fitur dengan kualitas yang melebihi standar pada mobil LCGC yang seharusnya.
Penambahan fitur tersebut juga tak lepas dari permintaan konsumen yang akhirnya dipenuhi oleh pihak produsen.
Baca juga: Si Imut Suzuki Alto Siap Meluncur di Jepang, Simak Fitur-fitur Canggihnya!
Konsekuensinya, biaya produksi naik sehingga harga mobil LCGC menjadi lebih mahal dari biasanya, namun di sisi lain justru semakin menjauhkan makna “Low Cost” pada mobil tersebut.
“Jadi biarkan saja mobil LCGC dikenakan pajak supaya negara ini dapat pemasukan,” imbuh dia.
Bebin juga menilai, ketika aturan PPnBM untuk mobil LCGC berlaku, maka sebaiknya beleid Permenperin No 33 Tahun 2013 dihapus.
Aturan tersebut dianggap tak lagi relevan seiring banyaknya penyimpangan konsep mobil LCGC yang terjadi di pasar dalam beberapa waktu terakhir.
“Regulasi tersebut seharusnya dievaluasi implementasinya 5 tahun sejak diterbitkan. Jangan didiamkan seperti sekarang ini,” sambungnya.
Terlepas dari itu, Bebin memperkirakan tidak akan terjadi perubahan yang signifikan pada penjualan mobil LCGC tatkala aturan PPnBM untuk mobil tersebut mulai diberlakukan.
Maklum saja, PPnBM yang dibebankan kepada mobil LCGC hanya 3 persen.
Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil LCGC secara nasional berada di level 133.258 unit di periode Januari – November 2021.
Angka tersebut lebih tinggi 27,33% (yoy) dibandingkan penjualan mobil LCGC di periode Januari – November 2020 sebesar 104.650 unit.
Kemenperin: Tak Pengaruhi Penjualan
Menanggapi rencana pengenaan PPnBM untuk mobil LCGC, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin Sony Sulaksono mengaku, mobil LCGC seperti niche market yang artinya memiliki ceruk pasar atau segmen konsumennya tersendiri.
Alhasil, penjualan mobil LCGC diyakini tidak akan terganggu oleh penerapan PPnBM. “PPnBM mobil LCGC itu hanya 3 persen, jadi tidak terlalu berdampak,” ujar dia, Rabu (15/12/2021).
Ia juga menyebut, dengan adanya skema PPnBM berdasarkan emisi gas buang, pemerintah memang tengah fokus pada pengembangan teknologi mobil yang lebih ramah lingkungan, termasuk mobil listrik.
“Pemerintah terus mendorong pengembangan berbagai teknologi, termasuk memberikan preferensi kepada kendaraan listrik,” ungkap Sony.
Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil LCGC secara nasional berada di level 133.258 unit di periode Januari – November 2021.
Angka tersebut lebih tinggi 27,33% (yoy) dibandingkan penjualan mobil LCGC di periode Januari – November 2020 sebesar 104.650 unit.
Tanggapan Toyota
Toyota adalah salah satu merek otomotif yang memiliki market share penjualan LCGC terbesar di Indonesia.
Apa tanggapannya atas rencana pengenaan PPnBM ke mobil LCGC?
Vice President PT Toyota Astra Motor (TAM) Henry Tanoto menyatakan, pengenaan pajak pada mobil LCGC sesuai PP No 74/2021 dia perkirakan akan mempengaruhi harga jual mobil tersebut bagi konsumen ritel.
Dari situ, perubahan harga juga akan mempengaruhi sistem pembayaran, cicilan, dan sebagainya.
Namun dia belum bisa menyebut besaran potensi perubahan harga jual mobil LCGC Toyota seiring dengan adanya aturan pajak terbaru, termasuk efeknya terhadap penjualan mobil LCGC ke depannya.
“Mungkin dampaknya baru bisa terlihat setelah berjalan,” imbuhnya, Rabu (15/12/2021).
Terlepas dari itu, Henry menilai pasar mobil LCGC sebenarnya tumbuh cukup baik sepanjang 2021 berjalan.
Penjualan wholesales (pabrik ke dealer) mobil LCGC Toyota Calya tercatat sebesar 32.000 unit di periode Januari – November 2021, atau lebih tinggi dibadingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yakni sebanyak 21.000 unit.
Begitu pula dengan penjualan wholesales Toyota Agya yang di periode Januari – November 2021 telah mencapai 15.000 unit.
Sedangkan di periode Januari – November 2020, Toyota Agya terjual sebanyak 11.000 unit.
Pihak TAM tetap berupaya memberikan produk dan layanan yang sesuai dan bernilai sebagai langkah antisipasi pengenaan pajak terhadap mobil LCGC.
“Penyesuaian pada harga harus bisa sejalan dengan perubahan atau peningkatan yang cocok pada mobil LCGC. Kami juga pastikan untuk bisa memberikan layanan yang pas kepada pelanggan,” ungkap Henry.
Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil LCGC secara nasional berada di level 133.258 unit di periode Januari – November 2021. Angka tersebut lebih tinggi 27,33% (yoy) dibandingkan penjualan mobil LCGC di periode Januari – November 2020 sebesar 104.650 unit.