News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah Diminta Berikan Subsidi dan Bunga Ringan Leasing untuk Kendaraan Listrik

Editor: Willem Jonata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Toyota bZ4X di pameran kendaraan listrik berbasis baterai yang digelar bersamaan dengan kegiatan Future SMES Village di Kawasan Wisata Nusa Bali, Jumat (11/10/2022).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
  
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guna turut serta berperan aktif dalam mendukung pemerintah dalam upaya pengurangan emisi gas karbon, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) akan menyerahkan konsensus dan rekomendasi kepada pemerintah secara resmi melalui acara KTT G20 di Bali.

"HIPMI akan menyerahkan konsensus dan rekomendasi ini kepada pemerintah secara resmi melalui acara G20 di Bali," ujar Ketua Lingkungan Hidup BPP HIPMI, Muh Aaron Sampetoding dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Selasa(15/11/2022).

Ada delapan rekomendasi yang nantinya akan diserahkan HIPMI kepada pemerintah.

Baca juga: PKBLBB 2022 Hadirkan Edukasi dan Sosialisasi Kendaraan Listrik Lewat Seminar & Talkshow

Salah satunya adalah dukungan fiskal dari pemerintah dan institusi finansial terkait suku bunga leasing dan subsidi harga armada kendaraan listrik.

Selain itu ada juga terkait infrastruktur pengisian daya yang harus diperbanyak untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik.

Berikut delapan rekomendasi dari HIPMI:

1. Perlunya sinkronisasi kebijakan pemerintah untuk berfokus pada kendaraan listrik. Saat ini masih terdapat sejumlah kebijakan seperti PPNBM yang nol atau rendah untuk sepeda motor konvensional dan LCGC yang “berpihak” pada kendaraan
bermotor konvensional.

2. Dukungan fiskal dari pemerintah dan institusi finansial seperti; suku bunga leasing yang lebih rendah, tenor yang lebih panjang, subsidi harga armada kendaraan listrik
dan baterai, kuota pendanaan khusus untuk industri kendaraan listrik, dan keringanan pajak impor CBU selama periode terbatas. Payung hukum diperlukan untuk menjadi dasar penyediaan dukungan fiskal di atas.

3. Standardisasi baterai dapat menjadi langkah untuk mendorong tumbuhnya infrastruktur khususnya battery swap station (SPBKLU), namun perlu dirancang dengan cermat mengingat masih berkembangnya teknologi baterai.

4. Selain baterai, infrastruktur pengisian daya juga harus diperbanyak untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik. Perlu adanya insentif nyata dari pemerintah untuk percepatan infrastruktur pengisian daya.

5. Perlunya penyesuaian sejumlah ketentuan teknis, seperti berat dan dimensi maksimal kendaraan khususnya untuk bus listrik, dalam regulasi yang berlaku.

6. Adanya reward atau insentif bagi pelaku usaha dan juga konsumen yang telah berusaha untuk mengurangi emisi karbon di sektor transportasi.

7. Sebagai pendukung, infrastruktur jalur, khususnya jalur sepeda, diperlukan untuk mendorong masyarakat beralih dari motor diesel ke sepeda listrik yang lebih rendah emisi.

8. Kampanye dan edukasi publik diperlukan sejak dini untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kendaraan listrik, kesadaran akan krisis iklim, dan juga keselamatan penggunaan jalan.

Sementara itu Ketua Umum Badan Pengurus Daerah HIPMI Jakarta Raya, Sona Maesana menyebut pihaknya siap menjadi motor utama gerakan nol karbon untuk menciptakan pengusaha muda yang tidak hanya berkontribusi meningkatkan ekonomi Indonesia namun juga menjaga lingkungan hidup agar tetap lestari.

Untuk diketahui peluncuran inisiatif 'Gerakan Nol Karbon' merupakan upaya HIPMI untuk turut serta berperan aktif dalam mendukung pemerintah dalam upaya pengurangan emisi karbon.

“Focus Group Discussion: Pengusaha dalam Rencana Elektrifikasi di Indonesia” juga dihelat menjadi awal gerakan yang diharapkan dapat mengidentifikasi celah kebijakan yang menghambat konversi elektrifikasi kendaraan dan transportasi publik serta ekosistem pendukungnya.

HIPMI juga bekerjasama dengan PT Eco Solutions Lombok (PT ESL) yang diharapkan akan mengakselerasi pembangunan Alas Strait Climate Alliance (ASCA) atau Aliansi Iklim Selat
Alas, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) hijau pertama di Indonesia.

Berfokus pada pengembangan rendah karbon dan berketahanan iklim di berbagai macam sektor termasuk ecotourism / medical tourism, green products (termasuk kendaraan listrik, bahan
bangunan rendah karbon, inovasi reboisasi dengan tanaman obat-obatan dll.), dan green services (penyediaan energi terbarukan, penyediaan air minum, pengelolaan agroforestry
dll), inisiatif ini akan mendorong berjalannya ekonomi ramah lingkungan dan circular economy di kawasan tersebut yang berfokus terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat setempat.(Willy Widianto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini