News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KemenKopUKM Minta Standarisasi Produk Knalpot Agar Tak Dipersepsikan Knalpot Brong

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Razia knalpot brong oleh Polres Kediri di kawasan wisata Simpang Lima Gumul (SLG), Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Minggu (14/1/2024) dini hari.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Knalpot produksi industri rumahan kerap dianggap menyalahi aturan dan mengganggu ketertiban saat dipakai karena dianggap memicu bising dan jadi sasaran razia polisi.

Asosiasi Pengusaha Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) mengeluhkan hal tersebut. Mereka menyatakan, produk-produk knalpot produksi UKM anggota AKSI sering jadi sasaran razia karena dianggap sebagai produk  knalpot brong.

AKSI mengklaim produk mereka menenuhi ketentuan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56/2019 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor.

"Produsen yang memproduksi knalpot aftermarket itu sudah mengikuti ketentuan yang berlaku mengenai ambang batas, emisi, dan lainnya," kata Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Hanung Harimba Rachman, Jumat (23/2/2024).

Namun saat ini belum ada sertifikasi teknis atau SNI untuk knalpot after market. Sebagai perbandingan, Filipina telah mengumumkan perubahan standar nasional untuk knalpot motor.

Perubahan standar itu tertuang dalam Undang-Undang Muffler tahun 2022, yang merekomendasikan batas suara sebesar 99 desibel (dB).

Aturan tersebut menetapkan tingkat suara knalpot kendaraan bermotor tidak boleh melebihi 99 dB dan diukur pada putaran mesin 2.000 hingga 2.500 rpm.

Produsen knalpot dalam negeri diminta menyesuaikan standar mereka dan memperoleh sertifikasi teknis yang sesuai dengan regulasi ini.

Ragam jenis knalpot brong.

"Dalam rangka pembinaan dan pemberdayaan, kami mendorong agar dapat dikeluarkan standardisasi untuk knalpot aftermarket yang saat ini belum ada," kata Hanung.

"Sehingga nantinya akan mudah dibedakan antara knalpot aftermarket yang terstandardisasi dan sesuai regulasi dibandingkan dengan knalpot brong," lanjutnya.

Akibat maraknya penindakan (razia) terhadap pengguna kendaraan dengan knalpot yang dinilai brong tersebut, AKSI merasa dirugikan.

AKSI menyebut penjualan anggota mereka anjlok hingga 70 persen, mengakibatkan penghentian produksi hingga terpaksa merumahkan tenaga kerja.

Baca juga: Penjualan Anggota AKSI Turun Drastis Gara-gara Tuduhan Produksi Knalpot Brong

Dengan mereview regulasi yang sudah ada, diharapkan ada regulasi baru yang lebih mudah diimplementasikan di lapangan.

Hal itu agar aparat kepolisian yang bertugas di lapangan dapat membedakan knalpot standar produksi UMKM dan knalpot brong.

Di sisi lain produsen knalpot tersebut tetap terlindungi, sehingga ribuan tenaga kerja tetap bisa bermatapencaharian.

"Tugas utama pemerintah yang paling penting adalah membuat regulasi yang tepat dan benar, nah itu yang akan kita lakukan," kata Hanung.

Baca juga: AKSI Kembali Sambangi KemenKopUKM, Minta Solusi Atas Tuduhan Produksi Knalpot Brong

"Kami akan melihat regulasinya agar dapat dilakukan penyempurnaan, sehingga dalam pelaksanaan semakin mempermudah semua termasuk oleh aparat hukum," lanjutnya.

Hanung berharap pembahasan yang melibatkan pemangku kepentingan lintas sektoral terkait regulasi yang mengatur tentang knalpot ini bisa tuntas secepatnya.

Dengan begitu UMKM atau industri yang memproduksi knalpot mendapat jaminan kepastian aturan dari pemerintah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini