Pembelian tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan setiap sekolah dengan kewajiban penyediaan buku sesuai dengan kebutuhan yang berlaku.
"Apakah buku tahun ini masih cukup atau tidak, berapa yang rusak itu yang berapa yang dibeli, itu tergantung kebutuhan dari setiap sekolah," ujar Didik.
Selain itu, penggunaan dana untuk pembelian buku teks utama lebih sedikit dari 20 persen dari dana BOS yang dicadangkan, maka sisa dana tersebut dapat digunakan untuk pembelian buku lainnyan.
"Kalau buku utama sudah terpenuhi sekolah boleh membeli buku lainnya, karena itu juga penting dalam rangka literasi nasional," ujar Didik.
Mengingat besarnya alokasi dana BOS yang digunakan, Kemendikbud mengimbau pihak sekolah cermat dalam proses pengadaannya.
Untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum, terutama berkaitan dengan tindak pidana korupsi, pihak sekolah harus memperhatikan UU No 3 Tahun 2017 tentang sistem perbukuan.
"Oleh karna itu setiap sekolah harus betul-betul mempelajari, jangan sampai keliru, karena kalau sampai keliru, yang bertanggung jawab sekolah sendiri," jelas Didik.
Baca: Kartu Indonesia Sehat Tidak Berguna Bagi Korban Bom Bali, Chusnul Khotimah
Baca: Ancaman Luhut Untuk Mereka yang Mengkritik Pemerintah Sembarangan
Didik mengaku pihaknya masih mengalami kesulitan dalam pemberian sanksi terkait pelanggaran penggunaan dana BOS tersebut.
"Kalau kita sanksi yang celaka itu murid nya, muridnya enggak salah apa-apa, saat ini bisa memberikan sanksi paling teguran," ujar Didik.
Dijelaskan pula bahwasannya buku teks utama yang digunakan sekolah, dibeli dengan dana bos sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET), yang telah ditentukan dalam permendikbud no 173 tahun 2016 dengan sistem zonasi wilayah sekolah.
Oleh sebeb itu Didik berpesan, jika pendidikan gratis bukan berarti tidak membayar, tetapi ada yang membiayai, yang salah satu nya melalui dana BOS tersebut.
"Bahwa pendidikan yang berkualitas perlu biaya dan pesannya adalah orang yang tidak mampu harus gratis, tapi yang kaya harus membantu," ujar Didik.