TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembatasan interaksi sosial yang terjadi di sekolah yang menganut paradigma lama membuat interaksi sosial siswa melemah.
Siswa menjadi kurang mempunyai kompetensi secara sosial-emosional yang berakibat pada kinerja akademik mereka.
Padahal, penguasaan kompetensi sosial-emosional sangat erat hubungannya dengan kesejahteraan dan kinerja sekolah yang lebih baik sedangkan kegagalan untuk mencapai kompetensi di bidang ini dapat menyebabkan berbagai kesulitan pribadi, sosial, dan akademik di sekolah.
Sekolah itu seharusnya membangun kemandirian berpikir dan kemerdekaan moral dan pendidikan cenderung mematikan kreativitas anak.
"Seharusnya, sekolah justru membangun nalar dan mengajarkan anak untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di sekitarnya,” ujar Muhammad Nur Rizal, penggagas Gerakan Sekolah Menyenangkan dalam keterangannya, Selasa (14/1/2020).
Dosen Universitas Gadjah Mada ini mengatakan, salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mewujudkan pendidikan ideal ini adalah dengan membangun ekosistem yang menghargai keberagaman dan empatik dalam keseharian.
Baca: Kolaborasi Bersama Pemain Industri Makanan Minuman Perluas Pemilahan Kemasan Karton Bekas Minum
Baca: TNI di Tapal Batas, Bawa si Maung Saat Singgah di Sekolah Dasar, Singgung Nadiem Makarim
Baca: Jangan Ditiru! Seorang Ayah di Sumatera Perkosa Anak Kandung Selama 2 Tahun, Ibunya Cuma Pasrah
Dari sekolah yang fokus mengejar nilai, baiknya dialihkan menjadi pendidikan yang berorientasi pada pembiasaan berpikir reflektif untuk menguji pikiran kritis.
"Penyediaan ruang semacam ini akan memungkinkan anak untuk tidak hanya cerdas secara pikiran, namun cerdas dalam emosi dan sosial. Inilah yang dibutuhkan oleh pendidikan kita,” katanya.
Social Emotional Learning merupakan sebuah pendekatan untuk meningkatkan keberhasilan siswa-siswa di sekolah dan kehidupannya.
Gerakan Sekolah Menyenangkan menerapkan metode ini dalam tahap kegiatan pembelajarannya untuk mendorong pemahaman siswa akan kemampuan dirinya dan mengenali emosinya.
Keterampilan sosial emosional ini tidak dapat begitu saja terwujud tanpa proses panjang.
Untuk mewujudkannya, maka seluruh elemen sekolah termasuk guru, murid, dan wali murid, mesti ikut berkontribusi membentuk sosial emosional di lingkungan sekolah.
Galuh Ajeng Oka Bimala, Guru SD Muhammadiyah Sidoarum mengatakan, dalam proses belajar mengajar, baik guru maupun siswa perlu melihat diri sendiri secara utuh dan jujur untuk meningkatkan diri menjadi pribadi pembelajar yang lebih baik.
Baca: Pekerja Pertamina Jadi Guru Sehari dan Beri Bantuan Pendidikan untuk SD Jakarta
Baca: Saat Suara Guru Mengubah Regulasi
Baca: Rossa Merasa Lucu Saat Dicolek Fans yang Masih Sekolah Dasar
"Semua komponen sekolah yang meliputi guru, murid, wali murid, juga perlu bercermin dan bebenah diri agar dapat terus meningkatkan kualitas pendidikan,” ujarnya.