TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Virus Covid-19 mengubah pola hidup masyarakat. Hal-hal yang mulanya sangat umum dilakukan tatap muka, kini lebih banyak dilakukan secara daring atau online.
Tak terkecuali proses belajar mengajar antara guru dan murid.
Baca: Kemenag Salurkan Bantuan ke Mahasiswa UIN Syahid Jakarta Terdampak Covid-19
Anggit Ginanjar (27), seorang guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Greges Temanggung Jawa Tengah menceritakan, dirinya dan para murid di sekolah mulai belajar dari rumah pada tanggal 16 Maret 2020.
Ketika itu Covid-19 mengganas di Indonesia, jumlah kasus pasien positif teridentifikasi sudah mencapai ratusan.
Anggit, sapaan akrabnya, mulanya tak menyangka bahwa Covid-19 akan sangat berdampak pada kehidupan manusia. Termasuk menghambat langkahnya membimbing para muridnya, calon penerus bangsa.
"Saya tak menyangka bahwa dampaknya akan begitu panjang seperti sekarang ini. Pola hidup berubah, belajar daring," ungkap Anggit kepada Tribun melalui saluran telepon, Jumat (22/5).
-
Baca: Prediksi Susunan Pemain Wolfsburg vs Borussia Dortmund Bundesliga, Adu Tajam Wout-Erling Haaland
Anggit menjelaskan, proses belajar mengajar dari rumah di SDN 2 Greges menggunakan sistem daring. Ia dan para guru membagikan lembar kerja untuk para siswa melalui aplikasi WhatsApp.
Setiap harinya para siswa wajib melaporkan hasil pekerjaan melalui WhatsApp kepada guru-guru. Anggit mengungkapkan, baik guru dan murid, dalam proses belajar daring ini menemukan sejumlah kendala yang dihadapi.
Salah satunya yakni tak semua peserta didik di SDN 2 Greges memiliki handphone atau gadget. "Misalnya ada siswa yang tidak mempunyai akun WhatsApp, atau gadget, dan tindakan guru yaitu menjemput hasil kerja siswa pada waktu guru piket ke sekolah," kata Anggit bercerita.
Anggit bersyukur bahwa dirinya dan para guru di SDN 2 Greges tetap mendapat gaji. Gaji para guru, terutama yang sudah Pegawai Negeri tetap sama, tak mengalami perubahan.
Namun, lanjut Anggit, ada sedikit potongan gaji di tengah situasi Covid-19 ini. Potongan gaji tersebut diperbantukan bagi para masyarakat terdampak Covid-19.
Baca: Mudahkan Pembayaran Zakat, Aplikasi Dana Gandeng Baznas dan Dompet Dhuafa
"Begitu juga untuk guru yang belum Pegawai Negeri gaji juga tidak ada perubahan, tetap sama seperti bulan-bulan sebelumnya, namun dari pemerintah kabupaten ada sedikit bantuan agar tetap bisa mencukupi kebutuhan," tambah Anggit.
Namun demikian, Anggit mengungkapkan bahwa dirinya jenuh dengan situasi Covid-19 ini. Dijelaskan Anggit, kondisi seperti ini -- belajar daring, melahirkan sebuah stigma buruk tentang guru di mata masyarakat.
Guru sekarang ini di wilayah tempat tinggal Anggit menjadi bahan pembicaraan. Dan masalah ini menurutnya adalah sesuatu yang harus diklarifikasi olehnya.
"Misalnya, ada yang bilang tidak mengajar tapi tetap dapat gaji, ini yg menimbulkan banyak sekali bahasan yang perlu diklarifikasi," ujar Anggit.
Baca: Bamsoet Buka Suara Terkait Konser Virtual Berbagi Kasih Bersama Bimbo
"Untuk menghilangkan rasa jenuh kadang saya pergi ke kebun, kebetulan saya punya kebun, jadi saya pergi saja untuk menghilangkan rasa penat dan jenuh," sambung Anggit.
Namun demikian bagi Anggit ini merupakan suka dan duka sebagai guru di tengah situasi Covid-19 ini.
Anggit mengatakan, yang sebenarnya lebih menjadi duka bagi para guru dan murid saat ini yakni kerinduan berkomunikasi langsung.
Kondisi ini, lanjut Anggit, membuat seolah dirinya kehilangan kendali kepada pada muridnya.
"Kami, guru dan murid, sangat rindu untuk saling bertemu dan berkomunikasi. Ketiadaan proses belajar mengajar membuat murid dan guru seolah-olah lost control meskipun ada tugas yg sudah diberikan kepada murid," terang Anggit.
Waktu piket, ketika ingin memberikan hasil kerjanya ada yang bilang, "Pak kita kangen sekolah lagi, bosan di rumah terus,"" kata Anggit bercerita.
Hal senada diungkap Herawan Pambudiarso (25), guru SD Gumawangkidul Wonosobo Jawa Tengah. Herawan menceritakan, sekolahnya mengajar tidak lagi melakukan proses belajar mengajar secara langsung dengan para murid per tanggal 14 Maret 2020.
Semua proses pembelajaran dilakukan secara daring melalui aplikasi WhatsApp. Menurut cerita Herawan, proses pembelajaran online di wilayahnya mengabdi agak rumit dilakukan.
Jaringan internet yang kurang mumpuni dan perangkat Handphone menjadi kendala utama dalam proses penyaluran pengetahuan kepada pada muridnya. Selain itu, sejumlah orang tua murid tidak menggunakan aplikasi WhatsApp, yang menjadi media bagi guru dan murid belajar.
"Kendala terutama di masalah HP dan jaringan internet. Karena ada beberapa orang tua yang tidak menggunakan WA, dan di sana jaringan lumayan susah, biasanya tugas dikirim lewat WA grup wali murid," kata Herawan.
Kendala lain yang ditemukan Herawan yaitu siswa kebingungan mengerjakan tugas. Alasannya karena jaringan internet yang tidak stabil.
Baca: Disuruh Karantina, Pria Ini Emosi Sumpahi Perawat Kena Corona, Kini Menyesal & Ingin Jadi Relawan
"Sehingga untuk menjelaskan susah, ada juga beberapa siswa yang tidak mengumpulkan beberapa tugas," sambungnya menjelaskan.
Herawan, sebagai seorang guru, mengakui dirinya sangat jenuh dengan gaya Work From Home (WFH) yang kini diterapkan. WFH membuat interaksi antara para guru dan siswa dalam berdiskusi menjadi sangat terbatas.
Pemberian tugas kepada siswa juga dinilai Herawan sangat kurang efektif.
Herawan mengungkapkan, dirinya sangat rindu mengajar dan berbaur dengan para muridnya di kelas secara langsung. Menurutnya, kerinduan mengajar secara langsung inilah yang saat ini paling terasa.
"Yang paling terasa tentu suasana rindu di kelas. Bagaimana interaksi dengan siswa, belajar berdiskusi bersama, dan juga tanggungjawab sebagai guru dalam memberikan pembelajaran kepada anak, karena karakter anak usia SD itu beda sama anak SMP atau SMA yang bisa belajar mandiri," ungkap Herawan.