Sebelum pihak keraton Mangkunegara Surakarta menata ulang dan membakukan struktur gerakannya, tarian gambyong ini adalah milik rakyat sebagai bagian upacara.
Kini, tari gambyong dipergunakan untuk memeriahkan acara resepsi perkawinan dan menyambut tamu-tamu kehormatan atau kenegaraan.
Dikutip dari Indonesia.go.id, setelah masuk di lingkungan keraton, gambyong kemudian sering dijadikan sebagai tarian hiburan dan penyambutan untuk tamu kehormatan.
Seiring perkembangannya zaman, tarian ini juga sering ditampilkan di kalangan masyarakat luas dan menjadi salah satu tarian tradisional yang populer di Jawa Tengah.
Gambyong juga mengalami perkembangan dan terobosan baru dalam gerakannya hingga melahirkan aneka jenis tarian sejenis.
Di antaranya adalah tari gambyong Sala Minulya, Ayun-Ayun, Gambir Sawit, Dewandaru, Mudhatama, Pangkur, dan Campursari.
Gerakan Tari Gambyong
Kembali dikutip dari Dinas Pertpustakaan dan Arsip Daerah Instimewa Yogyakarta, meski Tari Gambyong banyak macamnya, tarian ini memiliki dasar gerakan yang sama, yaitu gerakan tarian tayub/tlèdhèk.
Pada dasarnya, gambyong dicipta untuk penari tunggal, namun sekarang lebih sering dibawakan oleh beberapa penari dengan menambahkan unsur blocking panggung sehingga melibatkan garis dan gerak yang serba besar.
Secara umum, gerakan Tari Gambyong terdiri atas tiga bagian, yaitu awal, isi, dan akhir.
Dalam istilah tari Jawa gaya Surakarta disebut dengan maju beksan, beksan, dan mundur beksan.
Keleseluruhan gerak dalam tarian ini terpusat pada gerak kaki, lengan, tubuh, dan juga kepala.
Gerakan kepala dan juga tangan yang terkonsep adalah ciri khas utama tari Gambyong.
Selain itu pandangan mata selalu mengiringi atau mengikuti setiap gerak tangan dengan cara memandang arah jari-jari tangan juga merupakan hal yang sangat dominan.