”Panen sudah selesai. Sepertinya, persediaan padi kita sudah cukup untuk beberapa bulan,” kata Putri Tangguk.
Kemudian, mereka mendorong gerobak bersama-sama.
Di tengah perjalanan, Putri Tangguk jatuh terpeleset.
”Aduuuuh...,” teriak Putri Tangguk.
”Hati-hati, Bu. Semalam hujan deras. Jalannya menjadi licin,” kata suami Putri Tangguk sambil membantunya berdiri.
”Gara-gara hujan, jalannya licin. Perjalanan ke rumah masih jauh, bisa-bisa aku terjatuh lagi,” gerutu Putri Tangguk.
Putri Tangguk mengambil padi dari gerobaknya.
Kemudian, padi ditebar di jalan.
Melihat perilaku ibunya, si anak sulung pun bertanya.
”Apa yang Ibu lakukan? Mengapa Ibu membuang padi itu ke jalan?”
”Ibu tidak membuang padi. Padi ini Ibu gunakan sebagai pengganti pasir. Ibu menebarnya agar jalan ini tidak licin lagi,” jawab Putri Tangguk.
”Istriku, bukankah padi itu untuk kita makan? Tidak baik rasanya jika membuang-buang makanan,” nasihat suami Putri Tangguk.
Putri Tangguk tidak mengindahkan nasihat suaminya. Bahkan, Putri Tangguk membantahnya.
”Masa bodoh. Bukankah padi kita sudah banyak. Apa kau mau aku terjatuh lagi dan tulangku patah?” bantah Putri Tangguk sambil terus menebar padi ke jalan.