Kondisi tersebut, jelasnya, harus jadi perhatian bersama, bagaimana anak-anak Aceh bisa lebih baik di masa depan, karena itu pendidikan di Aceh harus lebih baik.
Sepuluh anak Aceh terbaik, ungkap Samsul, hanya berasal dari satu sekolah.
Kondisi ini harus dimeratakan kualitas pendidikan agar rata-rata pendidikan di Aceh bisa meningkat.
Samsul berpendapat harus segera mulai ada perbaikan sejak pendidikan dasar dalam penalaran umum, baca dan tulis.
Selain itu berbagai afirmasi harus diterapkan agar masyarakat kurang mampu bisa belajar, demikian juga dengan pemerataan jumlah guru yang bermutu di setiap sekolah di Aceh.
Anggota Komisi X DPR-RI dari Aceh Illiza Saaduddin Djamal berpendapat peserta didik di Aceh harus menjadi anak yang berilmu, beriman dan berakhlak mulia.
Proses pendidikan harus lebih baik, tetapi, ujar Illiza, kondisi pendidikan saat ini banyak sekali berubah. Karena, tegasnya, sangat dipengaruhi kondisi kesehatan atau pandemi Covid-19 yang yang ketat dengan 3 M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun).
Selain itu, tambahnya, juga pemanfaatan teknologi dalam proses pendidikan.
"Kemampuan adaptasi dalam menyikapi perubahan zaman saat ini sangat diperlukan," ujarnya.
Antropolog UIN Ar-Raniry Aceh, Reza Idria menilai setiap manusia harus dilihat berbeda karena memiliki kemampuan yang berbeda. Ada yang baik secara visual atau kemampuan mendengar lebih baik, bahkan meraba lebih baik.
Jadi, jelas Reza, cara pendekatannya pun berbeda-beda pula. Demikian juga, tambahnya, pendekatan terhadap manusia Aceh dalam hal pendidikan.
Di era modern, jelas Riza, kualifikasi manusia yang dibutuhkan antara lain komunikatif, korektif dan kritis.
Riza berharap, pemerintah bisa memfasilitasi dan sekolah membuka diri untuk membentuk peserta didik di Aceh agar memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan era modern saat ini.