News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Guru di Sangihe Berjuang Beri Pembelajaran di Masa Pandemi Dalam Keterbatasan

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dodi Esvandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi belajar daring

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masa pandemi Covid-19 memberikan sejumlah kesulitan bagi pembelajaran di sejumlah daerah, tak terkecuali di Tabukan Selatan Tengah, Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara.

Ahmad Ridhwan, guru SMP Negeri 3 Satap Tabukan Selatan Tengah, mengungkapkan sejumlah kesulitan-kesulitan tersebut.

Menurut Ridhwan, kualitas pembelajaran di masa pandemi Covid-19 sangat tidak maksimal.

"Pembelajaran di masa pandemi Covid-19 lebih banyak dukanya. Secara kualitas sangat menurun dikarenakan pembelajaran tidak maksimal," ujar Ridhwan.

Ridhwan mengungkapkan awalnya dirinya dan beberapa rekan-rekan guru lainnya mencoba belajar secara daring.

Baca juga: Selain Guru, Kemendikbudristek Nilai Kolaborasi Orangtua dan Murid Sangat Penting dalam PJJ

Namun hal itu tidak dapat berjalan maksimal, karena terkendala minimnya jaringan Internet dan fasilitas pendukung pembelajaran daring.

Guru yang telah mengabdi selama empat tahun di Sangihe tersebut mengungkapkan ada beberapa wilayah di daerahnya yang masih belum ada jaringan listrik.

Selain itu, sinyal ponsel biasa pun tidak ada, apalagi jaringan Internet.

Sebagian siswa juga tidak memiliki gawai untuk pembelajaran. Sehingga banyak siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran secara daring.

"Jadi sangat sulit sekali harus mencari tempat naek gunung harus mencari jaringan. Terus kalau mau charge HP harus pakai genset jadi ada biaya tambahan," tutur Ridhwan.

Baca juga: Bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi Mahasiswa, Ini Besaran dan Syarat Penerima

Selain kendala tersebut, Ridhwan mengatakan para siswa yang mengikuti pembelajaran juga tidak mendapatkan pendampingan orang tua yang maksimal.

Rata-rata orang tua siswa berprofesi sebagai nelayan dan petani, sehingga tidak bisa mendampingi anak-anaknya menjalani pembelajaran jarak jauh.

Situasi ini, kata Ridhwan, akhirnya coba disiasati oleh para guru di Sangihe. Mereka akhirnya menerapkan pembelajaran dengan cara "jemput bola".

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini