Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Saat ini baru 42 persen sekolah yang menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di seluruh Tanah Air. Sementara sisanya sebanyak 58 persen, masih melaksanakan pendidikan jarak jauh (PJJ).
Yayasan Pusat Inovasi dan Kemandirian Indonesia Raya (PIKIR Institut) mencatat permasalahan yang muncul saat ini karena infrastruktur internet belum merata di semua daerah.
"Saat ini, internet adalah kebutuhan dasar dari setiap orang dan menjadi hak bagi setiap orang untuk mendapatkannya," ujar Faiza Achmad dari PIKIR Institut melalui keterangan tertulis, Rabu (20/10/2021).
Menurutnya, diperlukan jaringan internet yang stabil, selain aplikasi dan pemahaman penggunaan aplikasi untuk menggelar PTM.
Sementara masih terdapat lebih dari 12 ribu desa yang belum tersentuh sinyal telekomunikasi.
Sedangkan dari seluruh desa yang sudah tersentuh sinyal, masih terdapat lebih dari 4.000 desa yang memperoleh sinyal kurang memadai.
Baca juga: Wiku Ingatkan Pentingnya Simulasi PTM Sesuai Kelompok Umur dan Sekolah
Akibatnya, banyak siswa sekolah yang tidak maksimal dalam belajar. Bahkan banyak juga yang sampai putus sekolah karena kesulitan mengikuti pelajaran. Pada tahun 2020 terdapat lebih dari 159 ribu siswa yang putus sekolah.
Baca juga: Pemerintah Wajibkan Sekolah Punya Fasilitas Cuci Tangan Sebagai Syarat PTM
"Daerah tidak perlu menunggu sampai internet didatangkan oleh pemerintah. Kasihan anak-anak yang terlanjur tertinggal dari anak di daerah yang lebih beruntung. Daerah bisa menyediakan sendiri akses internetnya secara mandiri, asal memahami caranya," ucap Faiza.
Baca juga: Mendikbudristek: Pelaksanaan PTM Terbatas di NTB Berjalan Baik
PIKIR Institut dengan dibantu Penyelenggara Jasa Internet atau ISP, menggelar kegiatan yang memberikan jalan bagi daerah-daerah terpencil atau tertinggal untuk menyediakan infrastruktur telekomunikasi secara mandiri.
Kegiatan ini dibiayai dari perusahaan-perusahaan BUMN lewat program Bina Lingkungan. "Kali ini kami dari PIKIR Institut dibantu oleh Bank Mandiri, sebelumnya kami didukung oleh BUMN seperti BNI dan Pegadaian.
"Mudah-mudahan kedepan akan banyak BUMN-BUMN yang tergerak untuk mengalokasikan dana CSR-nya ke daerah blankspot, supaya semakin mudah tugas Pemerintah meratakan akses internet ke setiap daerah," tutur Faiza.
Salah satu desa tempat program ini berlangsung adalah Dusun Koto Bangun, Desa Salo, di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Infrastruktur yang dibangun adalah telekomunikasi satelit, dengan menggunakan VSAT dan perangkat wifi. Kegiatan yang dibiayai oleh Bank Mandiri ini sukses menggelar jaringan internet untuk desa Salo di Riau dan memberikan internet bagi siswa dan warga.
Penggunaan internet satelit ini menjadi solusi bagi daerah yang terletak jauh dari jaringan kabel fiber optik atau BTS selular.
Melalui biaya yang jauh lebih murah dibandingnya penggelaran BTS selular, internet bisa dikirimkan bahkan ke daerah yang sangat terpencil sekalipun.