Keberhasilan Van Lith ini tentu juga tak bisa dilepaskan dari keberaniannya menarik jarak dan sekaligus membuat garis pembeda antara gerakan misi di satu sisi dan agenda kepentingan proyek kolonialisme Belanda di sisi lain.
Bagaimanapun, keduanya ialah dua hal yang berbeda.
Bahkan, gerakan misi belakangan sanggup memposisikan diri berpihak pada kehidupan masyarakat pribumi, menyemai embrio nasionalisme, serta bersikap kritis terhadap proyek kolonialisme.
Di bawah kepemimpinan pastor dari ordo Serikat Jesuit ini terjadi banyak perubahan.
Gerakan misi menjangkah maju, keluar dari kungkungan partikularisme sempit, mampu membuang prasangka superioritas budaya selaku penginjil Eropa, kemudian membawa gerakan misi meninggi dan fokus mendasarkan diri pada pijakan nilai-nilai kemanusiaan universal serta imun dari agenda tersembunyi kepentingan kolonialisme.
Maka segera saja citra negatifpun bersalin rupa.
Kekristenan tidak lagi dianggap sebagai ‘yang asing‘ atau terlebih 'agama impor'.
Menjadi Kristen justru dianggap sebagai pembawa unsur kemajuan dan pembaharuan yang memperkaya warna budaya orang Jawa.
Bahkan lebih jauh, menjadi Kristen bagi pemeluknya berarti sekaligus menjadi entitas yang tak terpisahkan dari keindonesiaan.
Di sini jelas ada jejak progresif yang signifikan dari sejarah Kristenisasi di Indonesia yang sudah tentu menarik untuk dicatat dan direnungkan bersama.
Ignatius Joseph Kasimo (1900 - 1986)
Kasimo adalah seorang intelektual Jawa-Katolik yang lahir pada awal kebijakan Politik Etik di Hindia Belanda dan berasal dari jaringan keluarga aristokrat rendahan.
Ayahnya bernama Ronosentiko dan ibunya bernama Dalikem.
Keluarganya bukan tergolong orang susah sehingga memungkinkannya bersekolah.