Namun bagi rakyat Maluku, tetaplah nama Sultan Nuku dan Kamaluddin yang paling terkenal.
Selain itu, Belanda juga menjadikan wilayah Tidore sebagai vasal.
Sementara itu, sebagian wilayahnya tidak mengakui Pata Alam sebagai pemimpin dan tetap memilih Nuku sebagai Sultan.
Hal itu menimbulkan protes dalam bentuk perampasan dan pembakaran, hingga Belanda pun melakukan serangan ke daerah yang mengakui Nuku sebagai Sultan.
Kamaluddin pun ditangkap oleh tawanan Belanda yang menguasai Tidore tersebut.
Sementara Sultan Nuku berhasil melarikan diri ke daerah Papua karena memiliki relasi dengan Papua dan Inggris.
Kedudukan Nuku pun semakin kuat setelah diangkat sebagai sultan di wilayah Papua.
Diketahui, Pata Alam melancarkan sebuah strategi untuk memperoleh loyalitas dari raja-raja di Papua, tetapi berujung gagal, di tahun 1783.
Hal tersebut justru membuat Papua dan Sultan Nuku bersatu untuk melawan Belanda.
Sultan Nuku pun semakin kuat dan mulai menyerang wilayah Ternate dan Tidore.
Tidak ada perlawanan, masyarakat Tidore menjadi kacau balau.
Karena curiga dengan keberadaan Pata Alam yang dikiranya bersekongkol dengan Sultan Nuku, Belanda pun menangkapnya dan rakyat Tidore dihukum dengan kejam.
Setelah peristiwa itu, Belanda pun akhirnya mengangkat Pangeran Kamaluddin sebagai pengganti Pata Alam.
Sultan Nuku memperkuat dukungan dengan menjalin hubungan dengan para raja di Tidore, Maba, Weda, dan Patani.