“Kamu mau membuat herbarium?” tanya Bu Mala kepada Makale.
“Ya. Seorang pelancong pernah menunjukkan buku herbariumnya kepada saya. Herbarium itu sangat indah,” jawab Makakale.
“Tetapi, untuk membuat herbarium kamu akan membutuhkan banyak daun. Tahukah kamu?” tanya Bu Mala.
Makale menganggukkan kepalanya sambil berkata, “Atau bunga...” “Di mana kamu akan mencarinya?” tanya teman-teman Makale.
Makale memandang keluar jendela. Tidak tampak tanaman sama sekali.
“Saya akan mendapatkannya,” kata Makale sambil tersenyum.
Hari berganti hari. Waktu berlalu dengan cepat. Buku tulis merah milik para siswa Bu Mala telah berisi berbagai cerita, gambar, dan foto.
Hanya buku tulis Makale yang masih kosong.
Pada suatu hari, sebuah awan hitam berhenti di atas desa tempat tinggal Makale.
Tak lama kemudian awan hitam itu mencurahkan hujan yang sangat deras.
Benih-benih tumbuhan yang terkubur di dalam tanah tandus desa itu pun tumbuh.
Sepetak kebun terbentuk. Bunga-bunga merah kecil memenuhi petak kebun itu. Makale senang. Dipetiknya sekuntum bunga merah. Hanya satu.
Kemudian, ditempelkannya bunga itu di dalam buku tulis merahnya. Hari berikutnya, bunga-bunga lainnya telah layu karena terbakar matahari.
Di dalam kelas, Makale berseru dengan gembira.