“Iya. Kamu mencontek karya orang lain, berarti kamu plagiator.”
“Tapi, ini kan hanya untuk tugas sekolah,” kilah Wina.
“Tetap saja plagiat, Win! Tidak baik!” tegas Tera.
Bel masuk jam pelajaran pertama berbunyi. Wina tidak dapat berkonsentrasi sepanjang pelajaran. Ucapan Tera tentang plagiator tadi terus mengusiknya.
Saatnya Bu Indi memasuki kelas. Wina gemetar menahan degup jantungnya yang berdetak hebat. Bu Indi masuk kelas dengan membawa setumpuk kertas tugas menulis cerpen yang telah dikumpulkan melalui Boy, ketua kelas. Bu Indi memang meminta tugas dikumpulkan lebih awal agar beliau punya waktu untuk membaca dan memeriksa pekerjaan murid-muridnya.
Ibu sudah membaca certa-cerita kalian. Ada satu cerpen yang bagus sekali.” Bu Indi diam sejenak. “Wina, tolong maju dan bacakan cerpenmu, ya!”
Wina terkejut. Ia lalu berjalan ke depan kelas dengan kepala tertunduk.
Bu Indi menyerahkan kertas tugasnya. “Silakan dibaca."
Wina tiba-tiba memberanikan diri berkata. “Maaf, Bu. Sebenarnya, cerpen ini bukan karya saya. Saya menyalinnya dari sebuah majalah lama.
Terdengar helaan napas Bu Indi. Ruang kelas mendadak senyap.
“Baiklah. Kembalilah ke bangkumu, Wina,” kata Bu Indi.
Anak-anak, mengambil karya orang lain dan diakui sebagai milik sendiri itu namanya menjiplak atau plagiat. Itu perbuatan yang tidak baik,”kata Bu Indi.
Wina menunduk semakin dalam.
“Namun, Ibu juga menghargai kejujuran Wina. Butuh keberanian besar untuk mengakui kesalahan. Wina telah bersikap sportif. Namun Wina tetap harus mengumpulkan tugas cerpen buatan sendiri besok pagi.